"Gratis? Benar? Kok bisa?" Empat kosa kata spontan dipertanyakan, saat jari jemari tersebut menyentuh ujung buku bersampul kartun anak-anak. Binar menyapa setelah menantap anggukan dari Lusiana Yulianti, dua wanita berhijab tersebut segera memanggil putranya mendekat. Kebun Bintang Gembira Loka memang sudah mulai riuh oleh pengunjung.
Bilur keringat yang sedikit mengelilingi kening saya, sontak tak terasa melekat. Kegembiraan yang menular dari canda tawa yang hadir menjadi alasannya. Putra dan dua wanita berhijab tersebut memang tergelak dalam percakapan ringan dengan Kepala Taman Komunikasi Penerbit Kanisius. Buku cetak ternyata memang bisa menjadi jembatan komunikasi antar dua generasi berlatar belakang berbeda.
Pertanyaan serupa menjadi sebuah kewajaran saat uluran tangan serupa dilakukan karyawan Penerbit Kanisius yang lain. Berpakaian seragam seraya menenteng setumpuk buku di lengan kiri, berkumpul di satu titik, mendekati pengunjung tanpa menyertakan papan khusus info kegiatan menjadi pemandangan yang diorientasikan awal sebagai sarana penjualan. Sebuah tindakan wajar jika pengunjung urung mendekat, dan sedikit mencurigai. Saya juga akan melakukan hal yang sama jika ada serombongan orang yang tak dikenal mendekati.
"Oleh karena itu maka stigma negatif masyarakat harus dikikis sedikit demi sedikit. Dengan pendekatan langsung, maka komunikasi antar pribadi menjadi hadir, bukan semata misi menyebarkan buku terselesaikan." Saya menganggukan kepala saat mendengar jawaban dari Totok Dwi selaku kepala marketing buku gerejawi Penerbit Kanisus. Sebuah langkah awal memang selalu penuh tantangan.
"Alkisah hiduplah harimau yang suka sekali bernyanyi.." dan sederet kalimat dalam buku cerita bergambar mulai diceritakan secara lisan. Dengan topi wisata dari anyaman bambu yang kerap disentuh angin, ibu muda dengan lantangnya bersuara. Kerabat yang mengelilingi, dan bersandar di pagar kandang Kancil terlihat semangat mendengarkan alunan suaranya. Semua berlangsung beberapa menit sampai gelak tawa terjadi, saya juga tersenyum menyaksikannya.
Klaten, Magelang, dan beberapa kota di luar Yogyakarta adalah daerah asal dari keluarga-keluarga muda yang relawan Sahabat Literasi sambangi di Kebun Bintang Gembira Loka. Sebuah kemajuan dari aktifitas penyebaran virus Literasi yang tak hanya berhasil menjangkau warga Yogyakarta di mana Penerbit Kanisius berada.
Dua adegan tanpa rekayasa tersebut hanyalah sebagian kecil dari aktivitas Sahabat Literasi pada Minggu 20 Agustus 2017. 27 karyawan Penerbit Kanisius yang dipimpin langsung oleh E. Azis Mardopo Subroto, SJ selaku Direktur Utama PT Kanisius sekaligus pelindung Sahabat Literasi, sudah kali ke delapan beraktifitas bersama. Semua Divisi Penerbit Kanisius yang meliputi: penjualan, percetakan, penerbitan, keuangan, SDM & Sarpras, hingga divisi Direksi juga mengirimkan perwakilannya untuk ikut dalam aktifitas Sahabat Literasi.
Launching pertama Sahabat Literasi dan Media Gathering diadakan pada Sabtu 21 Januari 2017 di Kereta Prameks dan Kraton Solo. Malioboro kemudian menjadi tempat penyebaran virus selanjutnya pada 11 Januari 2017, dan 13 Januari 2017. Tak hanya ingin merambah tempat umum, maka pada 14 Januari di sekolah Kalam Kudus JCM juga dihelatkan aktifitas serupa. Setelah 10 Februari diadakan di Malioboro, maka Dusun Polaman Sedayu Bantul menjadi target pada 11 Maret 2017 dengan menyatu program KKN UNY. Alun-Alun Wonosari Gunungkidul menjadi tempat aktifitas Sahabat Literasi ketujuh pada 28 April 2017.
Dari info, dan wawancara singkat sembari mengabadikan beberapa momen aktifitas, ada semangat untuk berbagi yang bukan hanya bentuk fisik buku. Dialog-dialog singkat tapi membekas, penyebaran pemahaman tentang efek positif membaca buku cetak, pengenalan aktifitas bercerita oleh orangtua bagi buah hati juga hadir. Hal ini penting mengingat semakin meluasnya efek negatif dari terciptanya generasi menunduk.
Generasi menunduk adalah generasi yang lebih memillih menerima informasi melalui gawai secara rutin, tanpa melakukan aktifitas fisik yang berarti. Tidak masalah jika dilakukan dengan motifasi bekerja atau mengerjakan tugas sekolah. Akan menjadi persoalan jika dilakukan tanpa mempunyai waktu yang berkualitas dengan keluarga atau sahabat.
Saya tak sabar menunggu inovasi lain dari Sahabat Literasi Penerbit Kanisius dalam menyebarkan virus literasi. Jika bukan para pelaku dunia kepenulisan dan buku yang bergerak memulai, maka siapa lagi?