Lihat ke Halaman Asli

Vika Kurniawati

Freelancer

Antara Gusdurian, Penerbit Kanisius dan Gathering Orang Muda Katolik Se-Asia

Diperbarui: 10 Agustus 2017   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Permainan pertama. Doc:Pribadi

Lensa gawai saya, dalam hitungan detik berhasil menangkap momen dari seorang gadis berhijab berpegangan tangan dalam lingkaran pemuda-pemudi Katolik. Bukan kali pertama memang saya melihat wanita berhijab berada di lingkup Penerbit Kanisius. Momen itu terekam saat acara silaturahmi peserta Asian Youth Day 7 dengan Penerbit Kanisus. Nama gadis bersorot mata tajam, dan berhijab warna langit tersebut Dewi Ratnawati.

Rm.Azis Mardopo, S.J menyambut rombongan AYD 7. Doc:Pribadi

Gadis berpenampilan sederhana tersebut, merupakan salah satu dari empat Gusdurian yang turut silaturahmi pada Jumat, 4 Agustus 2017. Kehadiran mereka sebagai volunteer Rekan Muslim Muda yang merupakan bagian dari 106 volunter muslim yang terlibat mulai 30 Juli sampai 6 Agustus. Asian Youth Day 7 sendiri adalah hari di mana 3000 Orang Muda Katolik (OMK) se-Asia bertemu. Para anggota OMK terdiri dari remaja dengan rentang 13-15 yang sudah mendapat baptisan dari Gereja Katolik, dan belum menikah.

Rekan Muslim Muda sendiri terdiri dari pemuda-pemudi pesantren dari Nahdlatul Ulama, dan Muhamadiyah yang sudah diseleksi sejak ahkir bulan Ramadan. Jika anda ingin mengetahui lebih jauh mengenai Gusdurian, dan akitivitasnya, silahkan berselancar di dunia maya maupun membaca buku-buku yang terkait di Kanisius. Beberapa buku terbitan penerbit yang bernaung di bawah Yayasan Kanisius, memang bukan hanya bertema agama Katolik dengan segala sisinya.

Sambutan karyawan Penerbit Kanisius. Doc:Pribadi.

Dengan kaus kuning berkombinasi celana panjang ataupun rok, juga ransel disandang satu persatu, para peserta menuruni tangga empat bus pariwisata. Dari keterangan personil polisi yang turut memberikan pengamanan, para peserta akan langsung datang dari gedung Jogja Expo Centre, di mana acara berskala internasional tersebut dihelatkan.

Satu panji biru dengan bordiran angka 45, diangkat tinggi saat 90 peserta tersebut mulai memasuki gerbang Penerbit Kanisus. Demikian juga panji coklat dengan angka 46. Dua grup tersebut adalah bagian dari 54 grup peserta Asian Youth Day 7, yang juga serentak melakukan aktivitas di berbagai penjuru Yogyakarta. Beberapa peserta berasal dari OMK Korea Selatan, Malaysia, Laos, Taiwan, India, Timor Leste dan tentu saja Indonesia sebagai tuan rumah. Peserta memang tidak fasih berbahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa, tetapi usaha mereka melafalkan kalimat sapaan patut diacungi jempol.

Wawancara dengan Humas Penerbit Kanisius. Doc: Penerbit Kanisius

Rm. Azis Mardopo, SJ yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Kanisus, M.A. Budiastuti sebagai Manajer Percetakaan, Ambrosius Purwantara sebagai Manajer Keuangan, serta segenap staf Humas menyambut para peserta dengan genggaman tangan erat. Sebuah keramahan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia di samping senyuman yang terulas. Adapun media peliput yang hadir dan melakukan wawancara dengan pihak Humas adalah Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang.

Permainan Pesan Berantai. Doc:Pribadi.

Tema utama dari hari keenam AYD ke 7 adalah, "Being United in Culture Diversity. We, the young people in Asia, live in diversity. Through the guidance of the Holy Spirit, we are living the journey of faith, which unites all of us." Tema yang mempunyai benang merah dengan tema besar AYD 7 yaitu, "Joyful Asian Youth! Living the Gospel in Muliticultural Asia." Dua tema yang terkesan serius, dan berat pada awalnya, tetapi ternyata diimplementasikan dengan ringan, penuh canda, ala remaja. Hal tersebut sudah terlihat saat acara foto bersama Uskup Rev. Henry D Souza dan Rm. Aziz Mardopo, SJ. (Direktur PT Kanisius) juga diselingi gurauan peserta.

Gulai Empal. Doc:Pribadi

Salah satu hal lagi yang patut diajungi jempol adalah tersajinnya menu vegetarian ala Nusantara pada acara makan siang. Tenda yang tak hanya biru sudah menaungi sederet meja di mana tersaji nasi gudangan dan terik tahu tempe. Sedangkan untuk non vegetarian sudah disediakan sate ayam, dan gulai empal lengkap dengan emping. Menu minuman juga menjadi perhatian dengan memperkenalkan es dawet, serta es kelapa muda. Saya mendapat kesempatan untuk wawancara singkat saat makan siang bersama Dewi, dan staf Penerbit Kanisius.

Es Dawet Ayu. Doc:Pribadi

Setelah acara ramah tamah berlangsung dengan lancar, maka acara ketiga atau permainan sederhana ala outbound dimulai. Dua frater, dan beberapa karyawan Penerbit Kanisius turut serta. Permainan kedualah yang membuat saya terbahak-bahak. Para peserta membuat empat deret terdiri dari 16 orang di tiap deretnya. Salah satu karyawan Penerbit Kanisius membisikan satu kalimat kepada peserta di depannya, dan pesan tersebut terus bergulir sampai peserta terahkir. Dengan susah payah mereka menghapalkan satu kalimat panjang dalam bahasa Jawa.

Dewi Ratnawati dengan staff Penerbit Kanisius. Doc:Pribadi

Acara kemudian dilanjutkan dengan seminar di aula atas gedung Showroom Penerbit Kanisius, yang merupakan rangkaian pembuka Exposure Kanisius Printing and Publishing House. Peninjauan langsung dengan melihat dari dekat mesin percetakaan, dan kinerja redaksi menjadi jadwal berikutnya. Para peserta memang diajak lebih mendekat ke dunia buku khususnya proses terbitnya sebuah buku. Hal tersebut penting karena sebagai calon pemimpin bangsa, maka peran buku sebaga salah satu sumber wawasan menjadi modal. Tokoh dunia pada masa lalu maupun saat ini juga mengabadikan semua detail dari buah pemikirannya melalui buku.

buku-598bba881774da1071504ac9.jpg

Saat waktu sudah mulai beranjak, maka acara silaturahmi dengan Penerbit Kanisus harus diahkiri. Tentu saja masing-masing peserta mendapat tanda mata dari pihak Penerbit Kanisus, sebagai pengingat semangat mengabadikan buah pemikiran mereka. Memang benar bahwa tertawa adalah obat. Aura keceriaan yang saya rasakan, membuat pusing yang sedikit mendera sebelum sampai di Penerbit Kanisius menjadi surut. Para peserta AYD 7 juga memberikan obat tersebut sesaat sebelum bus membawa mereka kembali ke JEC.

Foto bersama perwakilan AYD dengan Direktur Utama Penerbit Kanisus. Doc: Penerbit Kanisius.

Aura yang sama juga saya yakin sudah tercipta semenjak acara AYD 7 dihelatkan, apalagi dengan dukungan volunteer Rekan Muslim Muda. Sebuah gambaran toleransi yang bisa mengisis berbagai pandangan negatif mengenai oknum yang mengatasnamakan umat muslim. Dan Indonesia sebagai salah satu negara dengan umat muslim terbesar, sangat beruntung mendapatkan kesempatan sebagai tuan rumah AYD 7. Tentu itu dari sudut pandang saya sebagai warga negara Indonesia. Semoga acara senada juga akan lebih sering dihelatkan terutama di kota pelajar.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline