Lihat ke Halaman Asli

Apple vs FBI: Ketika Sistem Security Dipertaruhkan

Diperbarui: 25 Februari 2016   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="source: www.mercurynews.com"][/caption]

Jika Anda masih ingat, terjadi peristiwa terorisme di Amerika Serikat tepatnya di San Bernardino, California pada tanggal 2 Desember 2015 kemarin. Penembakan massal terjadi menewaskan 14 orang dan melukai 22 orang diduga dilakukan oleh Syed Rizwan Farook dan istrinya. Walaupun mereka sudah ditembak mati oleh polisi setelah insiden tersebut, FBI tetap melakukan investigasi guna mengetahui informasi tentang grup ekstrimis yang menjadi akar dan pencetus terorisme tersebut.

Dalam proses investigasi, Apple diminta untuk membantu FBI membukakan iPhone 5c milik Farook yang terkunci. Apple diminta untuk menciptakan malware yang dapat menembus sistem security iOS agar FBI dapat mengakses konten smartphone milik tersangka kasus teroris tersebut. FBI sendiri sudah mencoba untuk membuka smartphone 5c tersebut selama 2 bulan, namun passlock 6 digit kombinasi angka dan huruf itu membuat proses jadi memusingkan.

Dalam hal ini Apple menolak untuk melakukan hal tersebut. Bukan hanya proses tersebut sulit, tapi juga membahayakan pengguna iPhone lain di luar Farook. Peristiwa ini menimbulkan banyak perdebatan dengan sikap FBI dan pengadilan berapi-api ingin menguak kasus terorisme tersebut. Apalagi, secara umum Amerika memang dikenal memiliki phobia besar terhadap terorisme. Apple beranggapan bahwa menciptakan teknik backdoor dapat membahayakan keamanan seluruh produk iPhone. Sebab ketika teknik tersebut diciptakan, teknik tersebut bisa digunakan berkali-kali. Kalau customer Apple hanya 2000-3000 orang, masalah tersebut mungkin tidak begitu besar. Yang menjadi masalah adalah ketika produk Apple digunakan berjuta-juta penduduk di seluruh dunia; sehingga, jika malware tersebut diciptakan, bisa berdampak bagi banyak orang.

Departemen Kepolisian NY yang mengatakan “Tidak ada perangkat, mobil, atau pun apartemen yang berada di luar jangkauan perintah penggeledahan pengadilan.” Sebelumnya, langkah serupa pernah terjadi pada Oktober 2014 ketika passcode smartphone yang terkait dalam kasus penipuan kartu kredit diminta untuk dibobol. Pada November 2014, Apple juga pernah diminta membuka kunci iPhone 5 yang terlibat dalam sebuah kasus kriminal.

Pada dasarnya, pemerintah memang memiliki otoritas (All Writs Act) untuk memberikan perintah pengecualian dalam upaya memerangi kasus kriminal atau pun terorisme; termasuk di dalamnya adalah membobol sistem security smartphone. Walaupun FBI berjanji bahwa malware tersebut hanya akan digunakan pada smartphone Farook, tapi siapa yang bisa menjamin teknik tersebut akan disalahgunakan?  Jika nantinya mereka berusaha untuk menerobos sistem security smartphone yang digunakan banyak orang, peran lembaga hukum yang harusnya melindungi harusnya dipertanyakan.

Menciptakan malware untuk membuka kunci iPhone berarti juga menciptakan resiko. Produk teknologi mana pun pasti menjunjung tinggi nilai keamanan dan kepercayaan kustomernya terhadap brand dan penggunaannya. Jika mereka diperintahkan untuk menciptakan virus untuk menerobos keamanan mereka, hal tersebut sama saja dengan meracik racun untuk mereka minum sendiri. Dalam hal ini, Apple dihadapkan dengan mempertahankan nama baik brand dan security sistemnya dengan membantu menangani kasus terorisme yang sangat ditakuti penduduk Amerika tersebut. Sejauh ini, Electronic Frontier Foundation mendukung Apple untuk menolak perintah tersebut.

Lalu, menurut Anda sendiri, mana yang lebih penting; keamanan smartphone bagi banyak penduduk atau upaya penanganan kasus terorisme? (VN)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline