"Jadilah teladan selagi masih menjadi manusia"
Seorang manusia bisa dikatakan menjadi teladan apabila ada perilakunya yang dapat ditiru, tentunya dengan memperhatikan pula nilai dan norma yang ada. Tidaklah mungkin masyarakat Timur memaklumi adanya penggunaan pakaian terbuka di tempat umu, tidak sama seperti masyarakat Barat yang terbiasa dengan hal demikian. Budaya adalah tolak ukur utama dan pertama bagi kelaziman teladan yang mampu diterapkan oleh masyarakat
Boleh saja kita berpendapat suatu hal membosankan tanpa perlu menyelesaikan atau memahami hal itu secara menyeluruh, sama seperti kejadian yang ramai saat ini. Corona menjadi sumber penderitaan seluruh makhluk di dunia, semuanya sama rata. Namun masih saja ada pribadi yang masih denial akan keadaan saat ini, ada pribadi yang merasa dirinya sungguh terpenjara dan malah menjadi penyebar virus di seluruh tempat, tidak heran makin hari muncul keteladanan palsu di masyarakat.
Selama 17 bulan kita berada di dalam situasi pandemi, tidak mengherankan bila saat ini sudah mulai bermunculan figur yang ingin melawan virus ini dengan wawasan hebat mereka tentang konspirasi dan juga fakta yang mungkin mereka temukan di kehidupan mereka. Sesungguhnya figur tersebut tidak dapat disalahkan secara sepenuhnya, namun anggapan logis mereka terbukti tidak empiris ataupun melanggar etika-etika dasar manusia--cenderung imajinatif. Sikap figur yang sombong akan kecerdasan imajinasi mereka membawa banyak golongan masyarakat terutama muda-mudi, masuk ke dalam jurang anti-logika.
Lantas bagaimana sikap sepantasnya sikap kita untuk menghadapi tekanan saat ini? Hal yang paling utama bisa kita benahi adalah memahami realitas. Realitanya memang saat ini banyak ambulans dan mobil jenazah yang terus-menerus kita temui di jalan raya. PPKM darurat sudah ditetapkan, kasus covid setiap hari mencetak rekor yang baru, itu adalah suatu fakta yang tidak bisa dihindari. Apabila kita berkaca akan situasi saat ini tentulah logika kita akan membawa kita ke sikap yang lebih mawas diri dan protektif akan situasi yang ada.
Seandainya saja kita masih berasumsi bahwa ini semua hanya ilusi oligarki, maka baiknya kita menyelesaikan permasalah masyarakat sekitar kita. Seseorang di luar sana masih saja ada yang kesulitan bertahan ada yang kesulitan membiayai biaya pendidikan anaknya, kesulitan membiayai biaya makannya, bahkan mungkin bingung ingin tidur di mana malam ini. Sikap kolektivisme lah yang paling pantas untuk dijalankan saat ini. Baik yang meresahkan kebijakan pemerintah atau yang meresahkan kondisi. Bantu yang bisa dibantu--permudah yang bisa dipermudah--mengabdi bagi yang membutuhkan.
Menjadi teladan bukan soal peran, usia, apalagi jabatan. Semua orang bisa menjadi teladan, semua orang bisa memulai dengan cara yang sangat sederhana dan berdampak bagi relasi terdekat, untu apa berpikir jauh membantu satu desa, di saat yang bersamaan keluarga masih merana dan kekurangan kasih sayang. Sadari peran diri masing-masing, pahami bagaimana sistem hidup ini bekerja, memanusiakan manusia bisa dilakukan semua manusia, akan ada terus yang lebih susah dan lebih bahagia dari kita, namun selama sikap kolektif terjaga, tentunya tidak masalah melewati proses dan melelahkan ini.
-Vigo Joshua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H