Lihat ke Halaman Asli

Tipe Suami dalam Mengelola Uang

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menjemput anak-anak sekolah, aku bertemu dengan seorang ibu. Jeng Maynama panggilannya. Setiap kali bertemu, dia selalu mengeluhkan keadaan rumah tangganya. Dari yang awalnya suaminya sukses di bisnis kontraktornya, sampai beberapa tahun kemarin yang pailit drastis. Buat makan saja susah dan harus menunggu uluran tangan teman-teman dan saudaranya. Hanya keluhan panjang yang selalu menemani pertemuan kami.

Dan bulan ini, mukanya kembali bercahaya. Suaminya sudah mengegolkan satu dari empat bisnis besarnya. Dan itu membuat hidupnya kembali terang benderang. Setidaknya aku tak lagi harus mendengar keluh kesahnya. Pasti yang kudengar adalah hal-hal yang membuatku mungkin menjadi iri. Tapi betulkah? Ternyata satu jam bersama dia membuatku tahu tipe-tipe pengelolaan keuangan keluarga. Ini hasil analisaku.

1.Tak percaya istri

Dalam hal ini suami Jeng May adalah orang yang tak percaya pengelolaan keuangan keluarga dipegang sang istri. Semua uang yang didapat suami, tak pernah istrinya tahu seberapa besar nominalnya. Jang May hanya tahu, suaminya punya uang karena bisnisnya kembali lancar. Ini terbukti mobil terbaru sudah nangkring di depan kontrakan sempitnya. Sebentar lagi kontrakan ini pun akan dia tinggalkan. Anaknya yang seusia SMP terjamin uang sangunya. Motor buat Jeng May ke pasar dan mengantar anak-anak juga sudah disiapkan. Tapi, Jeng May masih nggak tahu dan sangat penasaran, berapa uang yang dipunyai oleh suaminya?

Sementara dia tak pernah diberi kewenangan memiliki rekening sendiri. Uang buat makan selalu diberikan tiap hari. Memang lebih besar dari kemarin saat pailit, tapi setidaknya dia i ingin seperti istri yanglainnya, yang merasakan mempunyai uang banyak walau sebulan sekali. Dia ingin mengelola sendiri uang bulanan suaminya. Tapi kata suaminya, buat apa? Nanti kau pakai buat yang nggak penting. Kalau butuh sesuatu, tinggal bilang saja. Nanti aku berikan semampuku. Jeng May cuma menahan kecewa.

2.Saling Berbagi Kebutuhan

Kalau yang ini sih lain lagi. Aku misalnya, karena aku bukan seorang ibu rumah tangga yang hanya menunggu suami mencari uang , aku punya penghasilan sendiri. Aku selalu berbagi kebutuhan dengan suami. Ada pembagian yang merata atau bahkan mungkin lebih banyak aku yang mengeluarkan berbagai keperluan tak terduga. Tapi selama ini asyik-syik saja.

Gaji suami dibagi buat keperluan bayar cicilan bank, tabungan haji, listrik, PAM, internet, telepon rumah, servis mobil dan biaya sekolah anakku yang pertama. Hanya sedikit yang kupinta buat menambah uang belanja karena dia gajian tanggal 20-an saat aku sedang bokek-bokeknya. Dan saat aku gajian tanggal muda, kupakai buat biaya transpor dan uang jajan anak-anak tiap hari, buat uang belanja, biaya sekolah anakku yang kedua, untuk arisan, dana sosial, tabungan keluarga, dan kadang membeli baju,keperluan rumah, membantu saudara serta jalan-jalan atau makan di luar sewaktu-waktu.

Ada kalanya kami berdua saling meminjam, kalau memang ada kebutuhan tak terduga. Dan itu dibicarakan bersama. Kadang kalau masing-masing mendapatkan rezeki yang agak berlebih, salah satu pasti minta jatah. Walaupun kupakai juga buat kebutuhan seluruh keluarga. Yang penting saling terbuka dan tahu ke mana uang itu diposkan.

3.Istri Pemegang Kendali

Beberapa keluarga mungkin ada di tipe ini. Sudah lazim memang, kalau suami biasanya tidak pandai menyimpan uang. Sehingga semua gajinya diberikan pada istri. Mereka mungkin mempercayakannya, atau mungkin istri yang memintanya seperti itu. Yang jelas ada sisi positifnya dan ada juga sisi negatifnya.

Sisi positif tipe ini, mungkin bagi suami yang terlalu royal ketika membelanjakan uangnya dengan hal-hal yang tidak terlalu penting. Apalagi kalau sudah menyangkut hobinya. Istri kadang sampai dibuat uring-uringan karena sayang uang dihambur-hamburkan buat sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan seluruh keluarga.

Sisi negatifnya adalah, ketika seorang suami tak berdaya karena istri yang mengelola keuangan. Bahkan untuk merokok , jajan, dan transpor saja harus menunggu jatah dari istri. Baik bulanan maupun harian. Apalagi bagi istri yang terlalu pelit membelanjakan keuangan, tipe ini membuat suami tak pede di pergaulan. Bagaimana mau pede kalau mau membeli bakso bersama kawan-kawan saja harus minta izin dengan istrinya!

Tapi, tidak semua seperti itu. Kalau istri pemegang kendali keuangan tetapi dia bisa saling komunikasi dengan suami tentang berbagai kebutuhan yang harus dialokasikan, pasti tipe ini pun baik dilakukan. Malah akan terkontrol pada pengelolaan istri yang pandai membagi antara prioritas dan yang bukan prioritas.

Maka, apapun tipe anda dalam berbagi kebutuhan, asal ada komunikasi yang baik dengan pasangan akan membuat keharmonisan keluarga. Selamat buat yang sudah nyaman dengan cara-cara yang anda gunakan selama ini. Dan tetaplah cari tipe lain jika tipe yang anda lakukan selama ini masih ada negatifnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline