Lihat ke Halaman Asli

Yenny Vidyarahma

Mahasiswa UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

Potret Life as Anak Bungsu Perempuan

Diperbarui: 15 Maret 2024   10:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebagai seorang anak bungsu perempuan, hidupku sering kali diwarnai oleh dinamika yang khas. Dalam rumah tangga yang telah terisi dengan sejarah keluarga dan peran-peran yang sudah terdefinisi, aku sering merasa seperti hidup di dalam bayangan. Di satu sisi, aku merasakan cinta dan perhatian dari keluarga, namun di sisi lain, terkadang aku juga merasa terpinggirkan atau bahkan merasa diabaikan.

Menjadi anak bungsu perempuan berarti hidup dalam bayangan kakak-kakak yang telah lebih dulu mengukir jalannya dalam keluarga. Mereka telah menetapkan standar dan harapan yang sering kali sulit untuk aku capai. Dalam berbagai hal, aku selalu dibandingkan dengan mereka. Prestasi mereka di sekolah, keberhasilan mereka dalam karier, atau bahkan pilihan hidup mereka sering menjadi acuan bagi pandangan orang-orang terhadap diriku. Meskipun demikian, aku belajar untuk menerima diriku apa adanya, tanpa harus selalu mengikuti jejak kakak-kakakku.

Kehadiranku di tengah keluarga sering kali dianggap sebagai pemanis, namun kadang juga dianggap sebagai beban. Aku disayangi karena kepolosanku dan kesegaran pandangan dunia yang aku bawa, namun sering kali aku merasa terpinggirkan ketika diskusi-diskusi penting berlangsung di meja makan. Terkadang, suara dan pendapatku diabaikan, seolah-olah aku terlalu muda atau terlalu tidak berpengalaman untuk memiliki kontribusi yang berarti. Namun, dari sinilah aku belajar untuk menemukan kekuatanku sendiri, untuk percaya pada nilai-nilai dan pemikiran-pemikiran yang aku miliki.

Meskipun kadang merasa terpinggirkan, menjadi anak bungsu perempuan juga memberiku kebebasan yang unik. Dibandingkan dengan kakak-kakakku yang sering diawasi ketat, aku sering mendapat kebebasan yang lebih besar. Mungkin karena orangtuaku telah lebih berpengalaman dalam mendidik anak-anak, atau mungkin karena mereka telah lebih lelah untuk memperketat aturan, aku sering kali dapat mengeksplorasi dunia dengan lebih bebas. Aku belajar untuk mengambil keuntungan dari kebebasan ini, untuk mengejar minat dan impianku dengan penuh semangat.

Kehadiranku sebagai anak bungsu perempuan juga mengajarkan aku tentang kerjasama dan dukungan. Meskipun terkadang aku merasa sendirian, aku juga tahu bahwa aku memiliki kakak-kakak yang selalu siap membantuku ketika aku membutuhkan. Mereka adalah mentor dan sahabat bagiku, yang selalu memberiku nasihat dan dukungan ketika aku menghadapi kesulitan. Bersama-sama, kami membentuk sebuah tim yang kuat, yang saling mendukung satu sama lain dalam setiap langkah hidup kami.

Hidup sebagai anak bungsu perempuan tidak selalu mudah, namun aku percaya bahwa pengalaman ini telah membentuk diriku menjadi pribadi yang kuat dan tangguh. Aku belajar untuk mengatasi ketidakpastian dan rasa tidak aman, untuk menemukan kebahagiaan di tengah-tengah bayangan dan harapan yang terus menerus menggelayuti diriku. Dalam setiap langkah hidupku, aku selalu berusaha untuk menjadi versi terbaik dari diriku sendiri, tanpa harus terlalu terpengaruh oleh ekspektasi orang lain. Itulah potret kehidupanku sebagai anak bungsu perempuan, sebuah perjalanan yang penuh warna dan makna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline