Lihat ke Halaman Asli

Jurnalis Media dalam Pemberitaan Bencana

Diperbarui: 23 Januari 2021   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sering kali saat Indonesia mengalami bencana, kita banyak mendengar berita kesedihan dan berita kehilangan. Hal itu membuat perhatian masyarakat terpusat, apalagi masyarakat Indonesia kebanyakan menyukai cerita-cerita melodrama. Berita yang mengundang haru merupakan komoditi besar yang dapat mengambil perhatian masyarakat, dan hal itu sering dilakukan oleh media massa. Kita terus dibuat merasa terpuruk dan merasa takut.

Saya berpendapat bahwa ini merupakan kesalahan. Kita dibiarkan merasa kalah tanpa diberi harapan untuk dapat bangkit kembali. Ditambah lagi pertanyaan-pertanyaan yang kurang penting dan malah menjatuhkan mental keluarga korban yang dilontarkan pewawancara, seperti "Bagaimana perasaan keluarga korban?", "Apa kenangan terakhir anda dengan korban?", "Apa ada firasat sebelumnya?", dan lain sebagainya. 

Dengan menanyakan hal-hal seperti itu justru menambah keterpurukan dan kesedihan bagi keluarga korban. Memang dengan seperti itu dapat membuat para pendengar dan pembaca berita merasa iba, sehingga kemungkinan keluarga korban mendapat bantuan-bantuan. Namun, tidakkah pewawancara memikirkan perasaan keluarga korban?. 

Seharusnya media massa memberikan hal-hal positif, seperti support moril, mengabarkan kemajuan pencarian korban, memberi pembangkit semangat untuk para keluarga korban, mengabarkan jumlah bantuan, mengabarkan dobrakan pemerintah untuk menghindari bencana yang sama, dan lain sebagainya. Dengan seperti itu, keluarga korban akan merasa terbantu. 

Dikutip dari: 

Twitter mww_mystic

Remotivi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline