Lihat ke Halaman Asli

Vidia Syahira Armanda

Mahasiswa Fakuktas Keperawatan Universitas Airlangga

Fatherless, Kondisi yang Dialami Generasi Muda: Punya Ayah tapi Tidak Punya Ayah?

Diperbarui: 8 Juni 2024   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh Pawe L. dari Pexels: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-memegang-gadis-saat-berjalan-di-jalan-1194209/Input sumber gambar

Karakteristik kepribadian anak merupakan buah hasil dari pola asuh dan penanganan yang baik dari peran kedua orang tua. Ketika anak hanya mendapatkan salah satunya, maka sudah jelas terjadi ketidakseimbangan. Konsep fatherless sendiri dapat diartikan sebagai tidak adanya sosok ayah dalam proses pengasuhan, terbengkalainya pelaksanaan tugas pengasuhan atau tidak terpenuhi. Kemudian dikenal dengan istilah "fatherless", "father absence",  "father loss"  atau "father  hunger" (Yulinda, 2018). Mereka punya ayah, tapi tidak punya ayah. Smith (2011) dalam Yulinda mengemukakan bahwa seseorang dikatakan memiliki kondisi fatherless apabila ia tidak mempunyai ayah atau tidak ada hubungan dengan ayahnya, karena masalah perceraian atau perkawinan orang tua (Yulinda, 2018).

Dalam beberapa kasus, anak-anak mengalami fatherless karena ayahnya telah meninggal dunia, namun banyak juga anak-anak yang memiliki ayah secara fisik namun sekaligus menjadi fatherless secara psikologis. Dalam kasus ini, peran ibu mengasuh anak di rumah dan ayah bekerja mencari nafkah dalam pola asuh tradisional di Indonesia perlu ditinjau lebih lanjut. Hal ini dikarenakan sebenarnya ayah memberikan kontribusi penting terhadap tumbuh kembang anak, pengalaman bersama ayah akan mempengaruhi seorang anak hingga dewasa nanti. Ayah mempunyai pengaruh dalam beberapa bidang khusus perkembangan anak, yaitu mengajarkan kebebasan, memperluas pandangan anak, disiplin yang tegas, dan teladan laki-laki. Seolah tugas ayah hanya bekerja dan tugas ibu mengasuh. Padahal, proses pengasuhan anak sebaiknya dilakukan secara bersama-sama, ayah dan ibu mempunyai peran penting masing-masing dalam proses pengasuhan anak.

Allen  &  Daly  (dalam  Wijayanti  dan  Fauziah,  2020) merangkum berbagai hasil penelitian tentang dampak keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak.

  • Pengaruh pada perkembangan kognitif. Anak yang ayahnya terlibat dalam pengasuhan biasanya  menunjukkan  kemampuan  kognitif  yang  lebih tinggi dibanding anak lain, mampu memecahkan masalah  secara  lebih  baik  dan  menunjukkan  inteligensi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak yang ayahnya tidak terlibat dalam pengasuhan.
  • Pengaruh  pada  perkembangan  emosional. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak berhubungan secara positif dengan kepuasan hidup anak,  anak  lebih  sedikit  depresi,  anak  lebih  sedikit  mengalami tekanan emosi dan lebih sedikit merasakan ekspresi emosional  negatif  seperti  takut  dan  rasa  bersalah. 
  • Pengaruh pada perkembangan sosial. Keterlibatan  ayah  secara  positif  berhubungan  dengan  kompetensi  sosial  anak  dan  kemampuan  untuk berhubungan dengan orang lain, mempunyai hubungan  dengan  teman  sebaya  yang  positif, menjadi popular dan menyenangkan, anak termasuk dalam  kelompok  teman  yang  sebayanya  dengan  minim  agresivitas  ataupun  konflik  dan  biasanya memiliki kualitias pertemanan yang positif.
  • Penurunan  perilaku  negatif.  Keterlibatan  ayah  berfungsi  untuk  melindungi  diri  anak  dari  perilaku  menyimpang dan  berhubungan  rendah  dengan  penggunaan  obat-obatan terlarang di masa remaja, membolos, mencuri, dan meminum minuman keras.

Lerner (dalam Yulinda 2018) menyatakan, tidak adanya peran penting ayah akan berdampak pada rendahnya harga diri ketika ia dewasa, marah, malu karena berbeda dengan anak lain dan tidak bisa memiliki pengalaman bersama dengan ayah yang dirasakan oleh orang lain. anak-anak. Hilangnya peran ayah juga menyebabkan seorang anak merasa kesepian, iri hati, dan sedih, dan kehilangan yang sangat besar, disertai dengan rendahnya pengendalian diri, rendahnya inisiatif pengambilan risiko, dan kesejahteraan psikologis yang rendah. Mereka juga mempunyai kecenderungan untuk mengalami neurotik, terutama pada anak perempuan. Akibat psikologis yang dirasakan anak berdampak pada penyimpangan perilaku dan ketidakbermaknaan hidupnya. Anak yang mengalami kondisi fatherless pada laki-laki cenderung lebih tidak bahagia, sedih, depresi, bergantung pada anak, dan hiperaktif. Menurut mott juga (dalam Yulinda, 2018) anak perempuan yang tumbuh tanpa ayah lebih cenderung menjadi terlalu bergantung dan mempunyai masalah internalisasi seperti kecemasan dan depresi.

Sosok ayah memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan anak, pengalaman yang dibagikan oleh ayah, akan mempengaruhi seorang anak hingga dewasa nantinya. Peran perilaku orang tua mempengaruhi perkembangan dan kesejahteraan anak serta transisi menuju masa remaja. Tentu saja hal ini tidak bisa dianggap remeh, karena peran ayah sangat penting dan berdampak pada perkembangan psikologis anak dan remaja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline