Lihat ke Halaman Asli

Zakat dan Kemiskinan yang Harus Dipecahkan Bersama

Diperbarui: 8 Juni 2018   00:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Neal Robinson pernah menulis bahwa zakat sebenarnya bermakna kesucian. Secara urutan bahasanya zakat berarti bersih, berkembang, baik, terpuji dan berkah . Dikatakan berkembang karena diyakini dengan berzakat dapat menjauhkan harta tersebut dari bahaya. Atau bisa juga diartikan sebagai membersihkan pemilik (harta) dari  hal yang menggegerogoti misalnya mengambil hak orang lain, kerugian atau kebangkrutan.

Dalam Al-Qur'an, penyebutan zakat sangat intens dan memberikan makna dalam.  Al-Qur'an selalu mengingatkan bahwa seorang penganut Islam tak boleh alpha untuk berbagi rasa dan materi kepada orang di sekelilingnya.  Karena secara sosial dan rasa dia berada dalam lingkup ikatan itu. Lebih dalam lagi, zakat bisa diperluas sebagai memanusiakan manusia. Ini sangat dianggap penting oleh Islam dengan dimensi insaniyah.

Islam memberi focus penuh pada manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Al-Qur'an berkali-kali memperlihatkan bahwa keterikatan atau keterpautan manusia dengan manusia yang lain, amat penting. Di sini aspek pemeliharaan keterikatan itu sangat penting. Dimensi keterpautan manusia dengan manusia lain itu bisa soal akidah, fikrah, usaha, pahala dan siksa.

Dalam perkembangannya, orang mengartikan zakat dengan sangat pragmatis, yaitu kewajiban seseorang atau satu pihak kepada pihak lain yang membutuhkan.  Zakat bisa juga diartikan sebagai kewajiban pajak yang berpahala dan diberikan pada waktu tertentu.

Dalam konteks Indonesia, zakat juga punya dimensi keadilan sosial. Dimensi ini mengingatkan pada pentingnya semua orang soal hak hakiki dalam hidup dan kehidupannya. Itu adalah kebutuhan akan pangan, papan dan lainnya yang menyangkut kebutuhannya untuk tetap survive.

Zakat sebenarnya diharapkan menjadi salah satu jalan keluar bagi yang berkekurangan untuk lebih berdaya. Sumbernya tentu saja dari pihak-pihak yang punya harta berlimpah dan dapat memberikan zakat kepada pihak berkekurangan. Berdaya dalam hal ini tidak berarti memberikan sandang pangan papan, tapi sang berkekurangan punya jalan keluar untuk lepas dari kemiskinannya itu.

Hanya saja masih banyak kendala yang mungkin harus dipecahkan bersama. Jumlah muslim yang mayoritas bahkan diperkirakan 85,1 dari 250 juta rakyat Indonesia belum juga bisa memberikan jalan keluar bagi si miskin untuk keluar dari kemiskinannya. Selain pembangunan oleh pemerintah dan pemerataan pendapatan , zakat harusnya juga punya peran untuk mengangkat mereka dari lembah kemiskinan dengan memberikan kail dan bukan ikan, sehingga mereka bisa berkembang lebih baik.

Zakat seharusnya bisa dikelola dengan baik dan sistematis dan bisa berdampak pada kemiskinan yang membelengu masyarakat.  Semoga ke depan kta bisa memecahkan masalah itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline