Aristoletes pernah menulis bahwa hal paling menakutkan dalam sistem demokrasi adalah demagog. Demagog berasal dari kata Yunani demos yang berarti rakyat dan agogos yang berarti pemimpin yang penghasut. Biasanya seorang demagog adalah seorang agitator ulung dan pemimpin yang menyesatkan demi kepentingan tertentu atau dirinya (Mahfud MD, 1997) . Contoh demagog yang paling nyata adalah Hitler.
Hitler dikenal dunia sebagai pemimpin besar tapi keputusan dan tindakannya tidak benar. Oleh sejarahrawan Inggris, Allan Bullock, Hitler disebut sebagai demagog terbesar dalam sejarah. Dia adalah agitator luar biasa yang mampu menginspirasi dan menggerakkan orang untuk percaya padanya. Saat Perang dunia II berkobar, ia mengubah struktur sosial Jerman. Selain Hitler, demagog Jerman lainnya adalah Joseph Goebbels, seorang menteri Hitler yang menangani propaganda. Goebbelslah pencipta Fuehrer Mythos (Mitos tentang Fuehrer) yang melalui tulisan-tulisannya banyak mempengaruhi orang (Hendrikus, 1991)
Sebenarnya, demagog tidak hanya berlaku di ranah politik dan disandang oleh pemimpin formal, tapi juga berlaku di berbagai elemen masyarakat. Mulai bidang birokrasi, agama, politisi, akademisi, sampai pengusaha.
Buya Syafi'i Maarif pernah mengungkapkan contoh demagog andal bidang agama yaitu pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi. Al-Baghdadi membentuk kekhilafahan sebagai solusi bagi pemulihan dan martabat negara Islam di dunia. Agitasinya membius jutaan orang dari berbagai bangsa, termasuk Indonesia sehingga rela 'berjuang' dan menyerahkan nyawa untuk membentuk kekhilafahan di Irak dan Suriah.
Mereka melakukanya di dunia maya dan dengan kecepatan tinggi. Dan mempengaruhi banyak orang di dunia termasuk Indonesia dengan ajaran-ajaran sesat dan berbeda dengan konsep yang seharusnya.
Di tingkat lokal, juga terdapat demagog-demagog yang aktif mempengaruhi orang lain di media maya. Media ini amat canggih karena bisa mempengaruhi orang dengan cepat dan dengan coverage yang luas dan dengan cara merusak cara berfikir yang benar.
Padahal kita tahu bersama bahwa isu-isu yang bermuatan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) adalah hal yang berpotensi memecah kita sebagai bangsa. Dan sayangnya, sebagian besar dari kita masih bisa dipengaruhi oleh hal-hal itu yang ditiupkan oleh demagog demagog itu melalui dunia maya.
Karena itu kita harus selalu waspada terhadap isu-isu yang berbau SARA yang ditiupkan oleh beberapa pihak. Jika perlu kita haus menghentikan atau mencegah beredarnya isu-isu seperti itu. Dengan bebas dari isu SARA, kita akan lebih produktif membangun jiwa positif kita dan lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H