Sebuah Kritik atas Diskusi @ec.ofphilosophyMKS x @SeruanPerempuan Tertanggal 25 April 2020
Sebuah koreksi atas foto atau poster atau pamphlet atau apalah itu kategorinya diakun Instagram. Ini sebenarnya bukan mau menghina atau menjatuhkan. Bukanlah! Moso iya saya setega itu?
Okay, where do we have to start? Let me see... AHA! Ini adalah sebuah diskusi online yang tadinya bakalan saya pandu ditanggal 25 April 2020. Nah, tepat di hari H, saya ada kerjaan mendadak dari atasan yang seorang ekspatriat.
Kerja dengan mereka itu beneran harus disiplin, dan saya yang cuman buruh ini harus jalanin kalau masih mau makan. Singkat cerita diskusi tersebut akhirnya di take over langsung oleh Founder akun @ec.ofphilosophyMKS. Penonton sudah tongkrongin, sayang kalau batal.
Saya sendiri tidak menyimak karena ngeburuh. Saya baca resumenya itu setelah ada foto atau poster atau pamphlet atau apalah itu kategorinya di akun Instagram tersebut. Sesuatu menggelitik nih atas resume tersebut. Nah disaat itu pulalah, seorang kawan Daeng Rhina menyampaikan untuk menulis koreksi atas hasil diskusi online tersebut.
Sekali lagi, bukan untuk menjatuhkan atau menghina, but hal seperti ini penting sebagai bagian dari Demokrasi. Tulisan dibalas dengan tulisan, bukan dengan bogem mentah macam Satpol Pamong Praja. Kalau memang tidak terima, bisa dibantah balik lewat tulisan.
Pertama, saya awali tulisan ini dengan menyampaikan sekali lagi bahwa saya tidak mengikuti dari awal hingga akhir diskusi. Pun begitu dengan rekaman LIVE. Saya menulis kritik ini didasarkan atas foto di Instagram. Apa yang melatarbelakangi? Saya tidak mau massa tergiring dalam sebuah opini yang keblinger.
Mengutip kalimat Kawan Rina (SP & SGBN) : "gerakan feminis mesti diluruskan agar menjadi basis bacaan buat diskusi" dan "Untuk yang melisa itu. Harus diurai penindasan terhadap perempuan jadi engga bicara normative saja kak". Jadi, hasil resume diskusilah yang menjadi acuan untuk ditelaah secara komprehensif berbasarkan dialektika, bukan retorika semata. Berdasarkan Teori Feminsime untuk pembebasan perempuan, bukan keaktivismean belaka.
Kedua, jika saya adalah seorang Pemantik dalam sebuah diskusi, saya akan memperhatikan dengan seksama resume yang akan diterbitkan. Saya akan memastikan point-point yang saya sampaikan terkutib dan tertulis sesuai dengan yang saya katakan.
Ini penting, sebab ini menyangkut nama baik terlebih adanya sebuah unsur kebenaran dari perkataan yang saya pribadi berikan ke khalayak ramai. Untuk yang satu ini, sorry to say but Mbak Melisa fail for this.
Entah mungkin karena tidak membaca dengan seksama sehingga terlewatkan (saya lihat ada jempol beliau di foto tersebut) atau besar keungkinan Mbak Melisa ini terlalu baik hati hingga sangat segan untuk mengoreksi. Who knows, entahlah. Biarlah saya bingung dan menuliskannya hingga beban di Hati dan Otak saya sedikit terangkat atas resume tersebut.