Lihat ke Halaman Asli

Hujan dan Pelangi

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1329139480656359925

sudah lama, entah sudah berapa lama aku tak ingin menghitungnya dengan jelas. tapi yang lama itu pun tetap terasa seperti ini, perih ini masih tersisa - bukan - tapi masih terasa dengan jelas. dia yang menorehkan keperihan ini, perih yang tak kunjung bisa hilang dan reda, justru pergi entah kemana. meninggalkan aku yang kini justru terpuruk atas ketidakpedulian dan dia yang tak bertanggung jawab atas hidupku, dan hidupnya. "Mah, kenapa melamun?" suara renyah itu terdengar menghentikan lamunanku. "Siapa yang melamun sayang? sini kemari, lihat hujan diluar, indah bukan?" aku menoleh ke samping, menarik sebelah tangannya dan mendudukannya tepat di pangkuanku. "Aku tidak suka hujan Mah, hujan cuma bikin rumah jadi becek. aku jadi nggak bisa main bola di lapangan sama teman-teman," bocah berambut hitam lebat di pangkuanku itu menjawab begitu polos, mata bulatnya yang berwarna coklat berbinar jenaka. hal itu malah membuatku ingin tertawa. "Ah jadi begitu? tapi hujan bikin tanaman punya Mama tumbuh subur kan, coba Jerry liat bunga-bunga diluar, indah kan?" ucapku sambil menunjukannya beberapa jajaran pot yang ada di luar rumah kami. "He'em, indah kok Mah. kenapa mama suka hujan?" kali ini dia yang bertanya, wajahnya menunjukan rasa ingin tahu. ah, sungguh sejujurnya aku membenci hujan. hujan adalah saat dimana dia pergi meninggalkanku dan Jerry. saat dimana aku harus menanggung beban berat itu sendirian, saat dimana cinta yang aku miliki ini tak lagi utuh karena dia sudah menyakitinya dan menghancurkannya begitu mudah. tanpa ucapan apapun, tanpa pesan apapun dia pergi... "Mah?" Jerry menepuk lenganku pelan, kontan aku menatapnya. "Hem? Jerry mau dengar cerita mama?" tanyaku padanya, dan dia pun mengangguk antusias. "Dulu mama benci hujan Jer, hujan selalu mengingatkan mama denganseseorang yang mama ingin lupakan. tapi semakin lama, mama pikir hujan tak seburuk itu kok. bukan salah hujan, saat kejadian yang mama ingin lupakan itu terjadi, bukan salah hujan juga orang yang ingin mama lupakan itu pergi meninggalkan mama. semua memang sudah takdir, dan Tuhan menakdirkan hal itu terjadi disaat hujan. karena itu sekarang mama menyukai hujan, mengingatkan mama pada anugerah dan karunia yang diberikan Tuhan untuk kita, untuk selalu bersyukur padanya," kataku panjang lebar. mata coklat itu mengerjap beberapa kali, mungkin mencerna kalimat panjangku yang kelewat sedikit rumit dan sulit dipahami. aku tahu, sangat tahu bahwa Jerry masih berusia 5 tahun dan pasti tak begitu mudahnya paham ucapanku tadi. tapi aku bersyukur memilikinya, memiliki dia di sampingku saat ini. disaat aku pikir bahwa aku hampir menyerah, dia selalu ada di sampingku dan membuatku mau tak mau tersenyum saat memandangnya. memang, mata coklat itu sangat serupa dengan mata dia, tapi aku toh tak mau peduli. Jerry adalah darah dagingku, dia satu-satunya orang yang sangat aku cintai melebihi apapun di dunia ini, dan tak ada satupun yang bisa menggantikan kebahagiaanku selain bersamanya, melihatnya tumbuh dewasa. "Mama kalau cerita panjang yah. hem, tapi aku ngerti kok. jadi, meskipun dulu mama benci hujan sekarang mama jadi suka hujan kan?" Jerry berkata polos, lagi-lagi membuatku gemas. "Iya sayang... mama suka sekali hujan, karena sehabis hujan pasti ada pelangi yang indah," kataku sambil mencubit pipinya gemas. "Ya yaa, aku tahu kok. aku pernah lihat," dia mengangguk paham. aku tertawa lebar. ya, sayang... aku suka sekali hujan, karena itu menggambarkan keadaanku sekarang. karena sehabis dia pergi, pasti ada kamu yang hadir di sampingku, kamu adalah pelangiku yang terindah, yang mewarnai hidupku, Jerry...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline