Lihat ke Halaman Asli

Jangan Dibaca (Anda Sudah Tahu)

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya, mungkin juga ada diantara kita disini, suka berpikir:

Kok tega ya DPR menyakiti hati rakyat terus? Bangun gedung baru lah, jalan-jalan keluar negeri lah, bolos sidang lah... Padahal mereka sudah tahu kalau rakyatnya tidak suka, tapi kok mereka masih suka melakukannya?

Atau...

Nekat ya tuh si Gayus. Sudah tahu jadi makelar mafia pajak kerjaan berbahaya. Kok masih dia lakukan? Sudah tahu berurusan sama jenderal polisi itu bahaya, apalagi sudah ada KPK. Juga kok ya masih ada aja yang korupsi, kayak gak ada jeranya.

Atau...

Pak Beye itu sudah tahu kalau kinerjanya dinilai lamban. Tapi kok tetap tidak mau berubah ya dari jaman ke jaman?

Dan sebagainya, dan seterusnya. Intinya, banyak dari kita mengkritik orang yang sudah tahu apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan yang harus diperbaiki, tapi lalu orang tersebut tidak bereaksi. Masih melakukan dan membiarkan dirinya melakukan kesalahan yang sama. Bukannya melakukan aksi untuk memperbaiki diri.

Kemudian saya menemukan hal-hal di sekitar saya yang tidak jauh beda. Ada warga masyarakat yang sudah tahu apa kesalahannya, tapi juga tidak mau memperbaikinya. Malah dilakukan berulang-ulang, walaupun sudah diingatkan.

Misalnya saja ada residivis yang sering keluar masuk penjara. Atau petugas PLN yang melakukan kesalahan pencatatan meteran. Juga karyawan yang sering sekali terlambat ke kantornya, dengan alasan macet selalu menjadi alasan utamanya. Membiarkan keran air menyala walaupun bak air sudah penuh. Tetap menghidupkan lampu saat tidak digunakan lagi. Dan sebagainya, dan seterusnya... Mungkin itu semua hanya terlihat sepele. Hanya terlihat sebagai sebuah kesalahan kecil yang tidak perlu ditindak lanjuti. Dan akhirnya terulang kembali.

Tapi jika hal yang sepele, jika kekeliruan kecil tidak segera diperbaiki, sebuah kekeliriuan yang lebih besar pasti akan terjadi. Lalu? Akhirnya dibiarkan saja berlalu. Tidak jauh beda bukan dengan presiden, anggota dewan, koruptor, dan mafia-mafia di negeri ini? Yang sudah "ditegur" oleh rakyatnya, tapi tidak bereaksi untuk memperbaiki kesalahannya.

Kemudian sebuah pernyataan itu kembali terlintas di kepala saya: pemimpin itu refleksi dari orang-orang yang dipimpinnya.

  • Kita sudah tahu kalau naik motor tanpa mempunyai SIM itu salah. Tapi kok ya masih ada yang melakukannya, lalu marah-marah kalau kena tilang polisi?
  • Kita sudah tahu kalau membuang sampah sembarangan bisa mengakibatkan banjir. Tapi kok ya masih ada yang melakukannya, lalu naik darah kalau banjir ada dimana-mana?
  • Kita sudah tahu kalau selingkuh itu hanya akan membawa petaka bagi pelakunya. Tapi kok ya masih ada yang melakukannya, lalu menyalahkan orang lain karena hidupnya berantakan?
  • Kita sudah tahu kalau seks bebas bisa menyebabkan penyakit menular seksual. Tapi kok ya masih ada yang melakukannya, lalu kaget ketika mendapati dirinya positif HIV/AIDS?
  • Kita sudah tahu kalau jadi bandar atau pemakai narkoba bisa berakhir di penjara, pusat rehabilitasi, atau kuburan. Tapi kok ya masih ada yang melakukannya, lalu stres saat digelandang polisi ke rumah tahanan?


Kita sebenarnya sudah tahu mana yang baik untuk dilakukan, tapi kok masih saja melakukan yang salah untuk dikerjakan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline