mau seperti apa kualihkan
aku tetap melihat kecantikannya
mau seperti apa kuabaikan
aku tetap terpukau pesonanya
sikap dingin buatku ingin menghindarinya
tapi tak kuasa ku tetap menikmatinya
setiap gulungan kapas buatku semakin larut dalam pelukan
buat beribu alasan untuk bertahan
saat cahaya mulai semakin memperlihatkan
gemercik pun perlahan tak lagi meneduhkan
tiupan kencang jelas sekali di pendengaran
seakan kau ingin menunjukkan kemegahan
Ranu Kumbolo,
seperti apa kau sesungguhnya?
3 Juni 2019
Pertama kali menginjakan kaki di Ranu Kumbolo rasanya bulu-bulu kuduk-kuduk (he) berdiri melihatnya. Sebuah danau di ketinggian 2400 mdpl dengan luas sekitar 15 Ha, siapa yang dapat menahan decak kekaguman pada danau ini? Benar ya yang dikatakan orang dan yang diperlihatkan instagram, danau ini memang punya pesonanya sendiri. Singkatnya, setelah kembali dari puncak Mahameru, saya bersama tim bermalam di Ranu Kumbolo. Saya sendiri memang sudah tak sabar ingin berlama lama di danau ini. Sekitar pukul 6 sore kami tiba, berberes sebentar, makan malam, lalu istirahat. Kalau kata teman sih malam itu tidak begitu dingin, namun tetap saja dingin dan bahkan melebihi Kalimati (camp terakhir di Semeru) yang lebih tinggi.
Pagi tiba dan inilah saat-saat terbaik di Ranu Kumbolo. Setelah sabar menunggu dari pagi-pagi benar, kabut pun mulai terbuka. Sontak kami terpukau akan kecantikan danau ini, indah sekali. Kami pun menikmati Ranu Kumbolo dengan kopi atau susu hangat dengan beberapa gorengan atau mi instant atau apapun yang bisa dimakan sambil bercerita banyak hal. Banyak sekali! Rasanya ingin sekali saya hentikan waktu sejenak demi menikmati momen berharga ini. Tak ketinggalan saya menyempatkan untuk berjalan mengitari pinggir danau, mengambil beberapa foto sambil mengamat-amati orang-orang di sana. Tentu banyak sekali yang berpose ini dan itu di pinggir danau ataupun spots menarik di Ranu Kumbolo, sampai saya menemukan satu keluarga yang hanya bersantai dengan matras di pinggir danau. Ada yang membuka note book untuk menulis dan ada juga yang sedang sketching, damai sekali melihatnya.
Matahari semakin di atas kepala, beberapa teman-teman kami mulai turun, namun kami diperbolehkan jika masih ingin berlama di Ranu Kumbolo. Saya dan tiga teman yang lain memutuskan untuk bersantai dahulu di Ranu Kumbolo. Sejujurnya, saya ingin kembali ke Oro-Oro Ombo, namun kalau ke sana ya berarti saya harus naik kembali ke tanjakan cinta yang tanjakannya ampun-ampun! Setelah sukses dengan ribuan rayu, tiga teman saya mau kembali ke Oro-Oro Ombo, naik ke tanjakan cinta tapi dengan jalur memutar sehingga tidak terlalu berat bagi kami. Kami pun menikmati Ranu Kumbolo dari tanjakan cinta, beruntungnya saat itu kabut sedang terbuka, saya bergegas foto apapun sebelum kabut kembali menutup danau. Selanjutnya kami turun kembali ke Oro-Oro Ombo, sebuah savana luas dengan banyak bunga di sana. Walau tidak semua sedang bermekaran, tetap saja Oro-Oro Ombo sangat memanjakan mata! Setelah puas foto sana-sini, merekamnya baik-baik dalam kepala, kami kembali ke Ranu Kumbolo dan bersiap kembali ke basecamp Ranu Pani.
Belum meninggalkan Ranu Kumbolo, saya mendengar tiupan angin kencang yang tentu saja tidak biasa di pendengaran saya.
"Nah, jika Semeru sedang berangin akan selalu terdengar seperti ini", kata teman yang pernah sebelumnya ke Semeru.
Kemudian saya pun beranjak dari Ranu Kumbolo
dan ia ...
meninggalkan kesan berbeda untuk saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H