Lihat ke Halaman Asli

Gas Air Mata dan Mereka yang Meregang Nyawa

Diperbarui: 2 Oktober 2022   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Coba bayangkan sendiri kengerian ini, yg pernah datang ke stadion pasti paham...lorong pintu keluar masuk yg sempit di tengah kerumunan orang yg begitu berhimpitan untuk menghindari kericuhan, lalu polisi menembaki dgn gas air mata (asap dari sate saja sudah bikin kita pengap ) ini gas air mata yg dari jarak 500meter sdh hebat sekali perihnya dan sesak sangat amat terasa apalagi dari jarak sedekat itu.

Tak perlu balita atau orang tua, saya sendiri jika membayangkan berada di lokasi yg di video itu jg mungkin mati, entah terinjak saat keluar gerbang atau habis nafas karena keracunan ditambah mata yg amat pedas tak bisa melihat jalan keluar.

Protap dan penanganan massa untuk aparat keamanan dilarang membawa apalagi menggunakan gas air mata di dalam stadion sendiri sudah dilarang & tertuang dalam statuta FIFA. Selain kekalahan timnya di kandang sendiri, mungkin ini juga salah satu pemantik & penyebab massa begitu marah dan membuat keadaan semakin kacau serta makin beringas.

Pertandingan Derby Jatim dgn tensi yg panas di jadwalkan untuk main di malam hari adalah keputusan di luar nalar & akal sehat. meski panpel Arema sendiri telah melayangkan surat protes dalam laga ini agar di mainkan pada sore hari untuk pertimbangan keamanan & hal yg lainya, namun yg terjadi di tolak oleh PT LIB selaku penyelenggara BRI LIGA 1. Demi jam tayang yang pas dan pertimbangan profit yg mungkin lebih banyak dari penyelenggara liga yg korup dan serakah, pertandingan ini pun akhirnya di gelar malam hari.

Kejadian yg menewaskan 180 korban jiwa dan kemungkinan akan terus bertambah ini memegang rekor di urutan nomor 2 dunia setelah kejadian di Stadion Estadio Nacional, Peru yg menewaskan 328 Korban Jiwa.

Tidak ada sepakbola yg sebanding dengan nyawa, mari kita nikmati euforia tanpa fanatisme yang membabi-buta karena ada keluarga yg menunggu di rumah tanpa isak tangis mereka merelahkan nyawa orang tercinta.

Dengan di hentikanya kompetisi, momentum ini menjadi titik balik untuk kita para pecinta sepakbola agar belajar dari tragedi yg tragis ini dan menunggu siapa saja yang harus bertanggung jawab atas kejadian memiluhkan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline