Lihat ke Halaman Asli

Telaga Imaji

Diperbarui: 21 April 2016   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi yang kehilangan energi, tampak dari mata matahari yang letih. Badan itu tidur pagi, dibangunkan keruyuk dan langkah kaki dalam pagi. Ibu telah sodorkan setumpuk kopi & teluhnya, katanya, "berbaringlah dalam kopi, supaya penatmu lenyap dalam sihir hitam kopi."

*

Dan masih terbebani mimpi: telah ia gagahai, telanjangi, kopi edisi pagi terbitan tangan Ibu pertiwi. Si lanang, pahlawan kepagian, yang butuh kopi & sesajian.

*

Dari wajah hitam kopi yang pucat pekat, Lanang bercermin, ia dapati; sedang ia teguk secangkir merapi, dengan raut gagah ia menuding gerombolan awan pagi --yang tak tahu-menahu dosa manusia, pepohonan, pun tetumbuhan & muasal Lanang.

*

"kring ... kring ... kring"
Sahut telepon genggam yang masih mengemban puing-puing nanar sisa perjudian panjang semalam suntuk.

Lanang terhentak dalam jaga pagi, di depan matahari yang nyata.

Seketika Lanang bungkam, Ia dapati badannya kuyup oleh bercak kopi yang ruah diseragam cita-citanya.

Ah, ternyata ia (hanya) sedang berkyahali di telaga imaji.

(2016)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline