Lihat ke Halaman Asli

Vicko Nurainirrahmah Rayendra

Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

Bisnis Telur Gulung Berujung Untung

Diperbarui: 27 Maret 2022   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi pribadi dari pelanggan tetap 

JAKARTA - Petang itu, terlihat segerombolan anak berdiri di depan rumah dengan meja, kompor, dan seorang wanita muda yang sedang menggoreng makanan. Anak-anak itu berbaris sekiranya 5 meter dari meja yang dipermukaannya terdapat tempelan kertas laminating, bertuliskan “Teras Depan” dan lalu di bawahnya terdapat daftar menu sederhana. Rupanya anak-anak sedang menunggu giliran untuk mendapatkan bihun telur gulung hangat, yang baru saja diangkat dari penggorengan. Navisa (24), dengan cekatan memasukkan 3 buah telur gulung yang masih mengepul ke dalam sebuah plastik bening, menuangkan saus buatannya, dan menyodorkan jajanan itu ke tangan anak berusia 9 tahunan, tak lupa Navisa menerima uang sebesar Rp3.000 dari tangan mungil pelanggannya.

“Setiap hari saya buka kira-kira jam 4 atau 5 sore, karena kalau siang kan kerja lalu masih panas, anginnya juga besar, kurang nyaman. Jadi, tunggu keadaan sore hari saja yang memang lebih kondusif” ujar Navisa. Kantor tempatnya bekerja menjadi satu dari sekian perusahaan yang terkena imbas pandemi Covid-19. Angka penularan yang terus bertambah, mengharuskan pemerintah memberlakukan PPKM hingga ke level yang semakin mencekik, artinya Navisa dan karyawan lainnya terpaksa harus bekerja dari rumah lagi (Work from Home). Menurut Navisa, selain untuk mengisi waktu luang, berjualan jajanan SD juga ternyata merupakan cara yang efektif untuk dia menambahkan penghasilan harian, walau tidak dalam hitungan yang besar, tapi menurutnya bisnis kecil ini cukup menyenangkan untuk dijalankan.

“Memang jam bukanya itu sore, tapi persiapannya harus dari pagi. Karena kan harus beli bahan-bahan, dan memang perlu waktu untuk menyiapkan semua keperluan olahan bihun telur gulung, yaaa biar waktu jualan sore harinya nggak grasa-grusu” terangnya. Menurut pengakuan dia, Navisa tidak mempersiapkan segala sesuatunya sendirian, ia dibantu oleh adik dan juga Ibunya, jika pekerjaan dari kantor sedang menumpuk. Jika bahan di rumah habis, adiknya yang akan belanja bahan berjualan ke Pasar Pondok Labu yang kebetulan sangat dekat dari rumah, selain untuk dieksekusi di hari yang sama, terkadang pembelian bahan jualan dilebihkan agar tidak perlu setiap hari keluar masuk pasar, “biar nggak terlalu sering ketemu orang-orang” tutur Navisa.

Dalam berjualan pun, Navisa tetap menerapkan protokol kesehatan dengan terus mengenakan masker, sarung tangan, dan memperingati pelanggan baik dari anak-anak hingga dewasa untuk tidak berkerumun dan terus menjaga jarak. “Walau di lingkungan rumah sendiri, tapi tetap saja harus was-was” kata dia.

Jika dilihat dari daftar menu yang disediakan, memang semuanya adalah jajanan SD yang diminati oleh semua kalangan, mulai dari bihun telur gulung, telur gulung, sosis telur gulung, dan juga martabak telur. Yang menyenangkan bagi Navisa bukan dari seberapa banyak orang yang datang, tapi saat sudah selesai melahap jajanan buatannya, pelanggan yang sama terus kembali lagi dan lagi untuk membeli dagangannya, “memang terlihat sepele, ya. Saya cuma tabur bihun, kasih kocokan telur, lalu gulung pakai stik kayu. Tapi ini tidak semudah yang terlihat” ujarnya. Navisa mengatakan, untuk dapat menggulung bihun dan telur di atas minyak yang panas memerlukan  keterampilan dalam memperkirakan besaran api yang dibutuhkan, tingkat kematangan, hingga  jari tangan yang harus sigap ketika memutar stik kayu guna menyatukan bihun dan juga telur agar tergulung sempurna. “Saya belajarnya dari Youtube, kurang lebih 2 mingguan saya latihan dan selalu gagal, orang rumah sampek gumoh makan bihun telur gulung saya yang terus-terusan gagal itu, hehehe” ucapnya sambil terkekeh. 

Bagi Navisa, tidak peduli sekecil apa usaha yang ingin dilakukan, jika niatnya sudah kuat dan dibekali dengan konsistensi, pastilah akan membuahkan hasil yang manis.”Untuk sehari, kotornya itu bisa sampai Rp200.000. Lumayan kan?!” serunya sambil masih terus menerima pesanan dari pelanggan yang terus berdatangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline