Ungkapan "anda adalah apa yang anda baca" menurut saya bukanlah kalimat biasa tanpa makna. Telah banyak bukti nyata yang menunjukkan membaca adalah cara kita memperoleh ilmu atau pengetahuan. Dengan pengetahuan kita bisa melakukan sesuatu dengan teratur dan sesuai hukum yang berlaku. Disamping itu juga, untuk memajukan negara agar bisa lebih baik dan berkembang. Tetapi mirisnya negara kita tidak sesuai ekspektasi yang diinginkan.
Indonesia menjadi salah satu negara yang sangat rendah minat baca. Hal ini dibuktikan dengan penelitian dari Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara dalam hal minat baca masyarakat. Padahal, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa dalam segi penilaian infrastruktur pendukung minat baca (kompas.com).
Indonesia hanya unggul satu tingkat dari 61 negara dan ini bukanlah salah satu kebanggaan untuk kita. Padahal dari segi infrastruktur pendukung minat baca Indonesia unggul. Ada yang bilang bahwa minat baca masyarakat Indonesia erat kaitannya dengan ketersediaan sarana prasarana seperti taman bacaan serta perpustakaan umum yang jumlahnya masih sedikit. Faktanya mungkin tidak demikian.
Data dari perpusnas.go.id menyatakan bahwa jumlah perpustakaan di Indonesia justru menempati peringkat ke-2 terbanyak di dunia dengan jumlah total 164.610 perpustakaan.
Kita kalah dari India yang menempati peringkat pertama dengan jumlah perpustakaan 323.605, berada di atas Rusia dengan 113,440 perpustakaan dan China di urutan keempat dengan 105,831 perpustakaan. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia sangatlah kurang minat untuk membaca sehingga pengetahuan rakyat Indonesia cenderung minim atau rendah.
Untungnya pemerintah langsung ambil tindakan untuk menangani rendahnya minat membaca di Indonesia. Menyikapi hal tersebut, dari masa ke masa pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan minat membaca di Indonesia. Di antaranya adalah membuat pasal-pasal yang secara tegas menyampaikan pesan bahwa membaca adalah tolak ukur kualitas sebuah pendidikan (terkandung dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003, Undang-Undang nomor 43 tahun 2017, Pembukaan Undang-Undang Dasar dan Negara Republik Indonesia Tahun 1945)
Selain itu, pemerintah juga memfasilitasi masyarakat dengan cara menyediakan buku murah pada tahun 2008. Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan membeli hak cipta buku-buku pelajaran untuk SD sampai SLTA. Buku-buku tersebut dapat diakses melalui website kemendikbud sehingga lebih banyak orang dapat mengakses. Sayangnya, fasilitas buku tersebut hanya sebatas buku pelajaran.
Sementara karya umum, sastra, dan nonfiksi belum mendapatkan akses mudah padahal buku-buku tersebut-lah yang dibutuhkan untuk membangun budaya literasi masyarakat.Pemerintah juga melaksanakan Gerakan Nasional Gemar Membaca yang diamanatkan melalui PP nomor 24 tahun 2014 dan diperkuat lagi dengan Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
Dalam bagian IV tentang Mengembangkan Potensi Peserta Didik secara utuh, sekolah selayaknya memfasilitasi dengan optimal supaya siswa bisa menemukan, mengenali, dan mengembangkan potensinya. Untuk mencapai tujuan ini sekolah diwajibkan menggunakan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran setiap harinya.
Teknis pelaksanaan program Gerakan Nasional Gemar Membaca selanjutnya diatur melalui kemendikbud dengan menerbitkan petunjuk teknis Gerakan Literasi Nasional (GLN) 2017. Setelah GLN, kemendikbud menerbitkan petunjuk teknis Gerakan Literasi Keluarga (GLK), Gerakan Literasi Sekolah (GLS), dan Gerakan Literasi Masyarakat (GLM).Masalah pembiayaan, dalam gerakan literasi sekolah misalnya, pemerintah telah mengaturnya dalam juknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Di madrasah, Kementerian Agama mengeluarkan SK Dirjen Pendis nomor 511 tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dalam Juknis ini, dana BOS bisa digunakan untuk pengembangan perpustakaan dan pembelian buku. Buku yang bisa dibeli adalah buku teks utama, buku teks pendamping, dan buku nonteks untuk mendukung program pembelajaran dan gerakan literasi sekolah.