All Eyes on Papua ramai disuarakan sejak akhir Mei 2024. Di tengah maraknya #AllEyesOnRafah, tanda pagar atau tagar #AllEyesOnPapua juga tersebar di mana-mana. Hal ini merupakan salah satu bentuk dukungan masyarakat terhadap dua suku Papua yang sedang menyelamatkan hutan adat mereka. Kedua suku tersebut yakni suku Awyu (Boven Digoel, Papua Selatan) dan suku Moi (Sorong, Papua Barat Daya). Mereka sedang memperjuangkan keselamatan hutan adat daerah mereka dari pembukaan perkebunan sawit atau yang biasa disebut dengan ekspansi perusahaan sawit.
Tagar All Eyes on Papua ini ramai berseliweran di media sosial Instagram dan X. Pada 27 Mei 2024, pejuang lingkungan suku Awyu dan suku Moi melakukan aksi damai di depan Gedung MA, Jakarta Pusat. Mereka mengenakan baju adat dan melakukan doa serta ritual untuk dapat memenangkan hak mereka dalam memperjuangkan keselamatan hutan adat tersebut. Selain dari suku Awyu dan Moi, terdapat juga soarakan solidaritas yang mendukung masyarakat Papua dari mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil untuk melawan oligarki sawit.
Postingan melalui tagar All Eyes on Papua ini dapat memengaruhi opini publik dan memberikan perhatian lebih pada isu-isu yang terjadi di Papua. Kampanye ini menggunakan berbagai strategi persuasi untuk dapat menggugah emosi, di mana hal ini sesuai dengan komponen retorika yakni patos. Gambar yang ditampilkan dapat menyentuh perhatian khalayak yang melihatnya, sehingga masyarakat menjadi prihatin dan menunjukkan rasa empati mereka kepada suku Awyu dan Moi di Papua. Kampanye melalui media sosial ini mudah dipahami oleh siapa saja yang melihatnya. Hal tersebut dapat membangun narasi yang sederhana tentang ketidakadilan di Papua yang kemudian disebarluaskan. Dalam hal ini, media sosial menjadi sebuah alat yang sangat efektif untuk menyebarkan pesan secara cepat dan luas. Alhasil, tagar #AllEyesOnPapua menjadi viral dan menarik perhatian banyak orang untuk dapat terlibat dalam kampanye tersebut.
Kampanye ini bertujuan agar pemerintah Indonesia dapat mengambil tindakan yang lebih tegas dalam mengatasi masalah-masalah kedepannya, terutama di daerah Papua. Masyarakat internasional juga akan menyuarakan bahwa hak asasi manusia itu penting untuk didapatkan dan dihormati oleh setiap orang. Selain itu, gerakan sosial untuk masyarakat Papua juga semakin kuat dari adanya dukungan masyarakat lainnya.
Kampanye ini sangat efektif karena pemanfaatan media sosial yang baik dapat memungkinkan kampanye menyebar dengan sangat cepat dan luas. Visual yang menarik dengan menggambarkan sebuah mata berkaca-kaca yang dominan dengan warna hitam-putih dapat dirasakan secara emosional untuk menggambarkan situasi di Papua yang sedang berjuang mempertahankan hak mereka. Hal ini dapat membuat pesan kampanye menjadi lebih mudah diingat dan melekat di hati masyarakat. Deskripsi yang menyertainya juga membuat masyarakat menjadi lebih paham dan sadar tentang ketidakadilan yang sedang terjadi di Papua. Data pada poster mengenai jumlah emisi karbondioksida dan dampaknya merupakan penerapan logos dalam komponen retorika. Banyak tokoh publik yang mendukung kampanye ini, membuat pesan kampanye menjadi lebih kredibel dan dapat dipercaya seperti dalam komponen retorika yakni ethos. Dikutip dari celebrity.okezone.com, banyak selebriti yang turut mengunggah postingan kampanye ini, diantaranya adalah Luna Maya, Syifa Hadju, Nowela Mikelia, Rachel Vennya, dan masih banyak lagi.
Dalam hal dialektika, ditemukan tesis bahwa terdapat masalah serius terkait pelanggaran HAM, kerusakan lingkungan, dan ketidakadilan sosial. Dari sini kemudian muncul sintesis yang diharapkan dapat mengasilkan solusi adil bagi masyarakat Papua dari terbentuknya konsensus baru dan pemahaman tentang situasi Papua. Terjadi pertukaran atgumen, kritik dan respons, serta berbagai pandangan dari adanya kampanye ini.
Dilihat dari laman youtube BBC News Indonesia dalam sebuah videonya mengenai All Eyes on Papua, Terry Anderson yang merupakan warga Sentani menyebut bahwa kampanye ini telah memberikan semangat baru bagi masyarakat adat Papua untuk terus memperjuangkan tanah dan hutan mereka. Ia berharap dengan adanya kampanye ini, akan semakin memperkuat suara masyarakat Papua. Selain itu Atha Hesegem yang merupakan warga Yahukimo yang tinggal di Rusia merasa terharu karena pada akhirnya masyarakat Papua bisa bersama-sama dengan masyarakat lainnya memperjuangkan hak-hak mereka, sehingga mereka tidak lagi merasa sendiri. Jadi, kampanye All Eyes on Papua ini telah berhasil menyatukan suara masyarakat Papua, bahkan dapat memicu solidaritas dari berbagai pihak. Selain itu, kampanye ini memberikan harapan baru bagi hak-hak mereka, sehingga masyarakat juga ikut tergerak karena terpersuasif atau dipengaruhi oleh rasa empati dan keinginan untuk memperjuangkan hak asasi manusia bersama sebagai sesama masyarakat Indonesia.
Referensi: