Lihat ke Halaman Asli

Rosyidatul Hilmiah

Menuliskan rasa yang ingin dibagikan

Permainan Online Fan dan Kecerdasan Artifisial

Diperbarui: 28 Juni 2020   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saya beberapa saat menyukai betapa manfaat olahraga digital, atau esport yang berupa memainkan game online. Karena ada banyak hal positif yang bisa dikaji dari sana. 

Jika  masa kecil anda pernah mentonton serial digimon, maka saya fikir itu adalah salah satu cara cikal bakal permainan online yang bisa dimainkan di dunia nyata. Meski ada didahului pokemon, namun digimon mengedepankan penggunaan alat komunikasi yang bisa terhubung dengan karakter tertentu dan tetap menjadi diri sendiri sambil bermain. 

Agak imajinatif namun ini membawa pemainnya bergerak dan bersosialisasi lebih baik. Daripada hanya sekedar bertarung dan meningkatkan level menyerang fan bertahan. Digimon saya nilai yang terbaik untuk menciptakan pengalaman bermain dan berolahraga yang sebenarnya patut disebut e sport. 

Berhubung saya hanya menyimpulkan dari sudut pandang ibu ibu yang menemani anaknya menonton televisi karena adegan digimon sangat relevan dengan keadaan saat ini betapa kecerdasan artifisial mendominasi kegiatan manusia dan menunjang pekerjaan tertentu.

Cerita animasi asal jepang ini tentu buah karya imajinasi penulisnya yang seakan menyebutkan bahwa manusia akab bergantung pada kecerdasan artifisial dan bisa menghemat waktu sehari hari.

Walau bisa saja kecerdasan ini akan merugikan karena membuat manusia tidak beranjak dari tempat duduknya. Andai ini sudah maksimal dimanfaatkan di situasi corona, mungkin banyak perekonomian yang bisa tetap bertahan penghasilannya. 

Tak ada istilah karyawan yang dirumahkan atau di phk tanpa pesangon. Tak ada siswa yang terhambat pembelajarannya karena harus belajar di rumah. Semua seva dimaksimalkan dari rumah. Selama ada dukungan dari pemerintah mengapa Indonesia harus menunggu gebrakan keras dahulu u baru berkarya?

Kondisi negara harusnya cukup memenuhi hajat hidup orang di atasnya, namun keserakahan kadang melewati akal sehat dalam mengeruk kekayaan pribadi dan golongan. Sehingga apa apa serba impor di kala zaman dahulu kita lah raksasa Asean, kita yang mampu memimpin gerakan anti penjajahan. Sukarno dalam penjara saja masih bisa baca buku, mosok yang sekarang maunya handphone dan narkoba melulu yang dijejalkan ke lapas? 

Sungguh ini hanya hayalan ibu ibu  yang kerajingan nonton kartun seri digital. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline