Lihat ke Halaman Asli

( cersama ) Berbagi dalam Kesederhanaan

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ahmad..

Anak murid berprestasi namun jauh dari kehidupan yang mungkin layak. Ayahnya yang seorang tukang sol sepatu sedang ibunya hanya terbaring lemah dalam ranjang kayu yang mungkin sudah tidak layak lagi untuk dipakai. Tanpa tenaga dan hanya bisa melihat suami dan anaknya dalam dalam aktivitas merekamasing-masing.

Sore itu ayahnya yang baru pulang dari menjajakan jasanya, duduk terbaring lelah dengan keringat dan kulit melegam karena terik matahari. Takjil yang ahmad minta berupa kolak pisang tiga bungkus untuk mereka bertiga disuguhkan ahmad dalam mangkok, ditambah teh manis hangat sebagai pembuka shaum. Tidak ada yang istimewa, hanya sebuah kesederhanaan yang mungkin terlalu sederhana.



Untuk sehari-hari ahmad mengandalkan dari hasil jualan koran, kadang jika duitnya sudah terkumpul dengan riang dia bertanya kepada ibunya mau dibelikan apa buat berbuka. Walaupun masih bisa berjalan sedikit demi sedikit, penyakit stroke nya semakin lama semakin menjalar pada sisi tangan kirinya, sehingga menyusahkan dia untuk melayani suami dan anaknya.

“ ibu duduk aja, biar ahmad saja yang sediain takjil nya” ucap ahmad mencoba melarang ibunya.

Ahmad mengambil beberapa mangkok dan membuat teh hangat untuk mereka bertiga, sambil menunggu ayahnya datang, ahmad bercerita tentang sekolahnya.

“ bu, disekolah ada acara buka bersama, satu anak dikenakan biaya Rp. 15.000, tapi ahmad bingung bilang sama ayah, karena pengumpulan uang itu besok terakhir bu, sedang uang hasil jual koran tadi ahmad gunakan buat beli buku sama pulpen” keluh ahmad mendesah.


“ coba nanti ibu bicara sama ayahmu, mungkin kali ini rezekinya banyak ya nak.Ibu minta maaf atas keadaan ibu yang seperti ini. Ibu kasihan lihat kamu terpaksa menjual koran untuk tambahan biaya sekolahmu.Kalau saja Ibu tidak seperti ini, ahmad gak mungkin kerjasambil sekolah.”

dikecupnya kening anaknya dengan penuh lembut.

dari balik pintu, Ayahnya pulang dalam keadaan letih berkepanjangan, keringat dan kulit yang hampir melegam menggoreskan betapa penuh perjuangan kehidupan yangdia emban.

Takjil berupa kolak pisang dan terkadang hanya beberapa kue, dirasa suda begitu nikmatnya bagi mereka bertiga. Ahmad tidak pernah meminta banyak, tapi untuk kali ini apa dia tega meminta uang untuk berbuka di sekolahnya? Melihat ayahnya yang kelelahan, ahmad mengurungkan niat. Dia hanya bisa diam dalam kata.

***

Pagi ini sekolah Rangkat mulai sibuk membenahi aula yang memang disediakan untuk berbagai acara.

Tampak sebagian seksi konsumsi dari pihak Guru sudah sibuk mempersiapkan segala keperluan berubuka sore nanti.

“ Anak-anak, hari ini kegiatan berbuka puasa akan dimulai sekitar pukul 03.00 sore, bagi yang belum membayar biaya menu takjil silahkan kalian menghadap Wali kelas masing-masing ya..” ucap bu Guru lisa menjelaskan.

“ Seperti yang ibu bilang, uang senilai 15.00 itu bukan hanya untuk menu Takjil, tapi ada juga lomba membaca al-qur’an. Dan bagi siapa yang menang berhak medapatkan satu paket baju koko dan muslimah. Sudah jelas anak-anak?”

“ jelas bu guruuuuu.” Sahut meriah mereka menggema.

“ terus kalo yang belum bayar, gimana bu? Boleh ikut buka puasa bareng gak?” ucap deni menyela.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline