Lihat ke Halaman Asli

Ucapan Natal: Antara Fatwa, Toleransi dan Kebhinekaan

Diperbarui: 24 Desember 2015   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14191586972083744398

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum wr.wb

Pendapat saya ini tak lebih dari hanya sekedar pendapat saya sebagai manusia, yang masih sedikit ilmu penngetahuan dan agama, yang masih jauh dari mereka para ahli, pakar atau profesor sekalipun, saya masih sangat jauh dan harus belajar lebih banyak.

Saya bukan sok tahu dan paham tentang ilmu agama, saya juga belum menjadi seorang muslim yang sejati, saya juga bukan orang sholeh tapi saya akan terus belajar dan berusaha untuk mendapatkan rahmat Allah SWT.

Saya tidak bermaksud untuk menghakimi siapapun, kubu manapun. Saya tidak bermaksud untuk menggeneralisasi yang benar dan yang salah. Saya menyampaikan ini semata-mata hanya untuk menyalurkan unek-unek dan pendapat saya, maka dari itu izinkalah saya menyampaikannya. Bilamana ada kata-kata yang tidak pantas dan kurang berkenan saya mohon maaf, karena kebaikan dan kebenaran hanya milik Allah semata.

Menjadi Tradisi

Seolah telah menjadi tradisi bahwa setiap mendekati Natal marak perdebatan mengenai halal-haram mengucapkan natal bagi muslim. Mulai dari kalangan elite parpol, birokrat, ulama, mahasiswa, ormas-ormas, sampai kedalam masyarakatpun ramai untuk memperdepatkan hal ini. Banyak pendapat mengenai hal ini, seolah menjadi kontroversi dan entah mana yang benar mana yang salah. Bahwa sebenarnya bukan mengenai yang benar atau yang salah tapi tentang bagaimana cara kita mengambil sikap tanpa menyinggung semua pihak menurut saya itu yang terpenting, bukan malah menjustifikasi yang benar atau salah. Menurut saya halal-haram, salah-benar seorang muslim mengucapkan Natal telah menjadi menu dan agenda tahunan yang membosankan.

Antara Fatwa dan Kebhinekaan

Tahun 1981 MUI (Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan fatwa mengenai himbauan agar umat muslim tidak perlu mengucapakan selamat Natal. Fatwa MUI ini masih menjadi kontroversi dan perdebatan sampai sekarang. Benar bahwa Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia, lebih dari 80% penduduk Indonesia beragama Islam dan sekaligus menjadi negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia. Tapi ada satu hal yang sangat istimewa bahwa Indonesia bukan negara Islam. Indonesia tidak menggunakan ideologi Islam sebagai Ideologi negara. Indonesia menggunakan ideologi Pancasila, yang mana merupakan ideologi asli dan berasal dari Indonesia sendiri, yang lahir dan berkembang sejak zaman leluhur bangsa Indonesia, yang mana nilai-nilai pancasila merupakan refleksi dari kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia sejak negara Indonesia belum berdiri. Pancasila merupakan ideologi bagi semua elemen masyarakat Indonesia, bukan hanya satu atau beberapa elemen saja tapi bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang ber Bhineka Tunggal Ika. Bersatu dalam perbedaan, bersatu dalam satu semangat NKRI.

Antara fatwa dan kebhinekaan. Apapun itu kesatuan dan persatuan bangsa harus dijaga, keutuhan harus diutamakan dan atarun harus sesuai dengan prinsip kebhinekaan. Negara ini didirikan bukan hanya oleh beberapa orang saja, melainkan oleh jutaan rakyat dan seluruh tumpah darah yang berjuang untuk kemerdekaan. Negara ini juga didirikan bukan hanya untuk beberapa orang saja, tapi negara ini didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline