Lihat ke Halaman Asli

Aplikasi DNA Forensik: Menguak Misteri Dugaan Bayi Tertukar

Diperbarui: 16 Desember 2021   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: momjunction.com

Satu tahun lalu, tepatnya tanggal 16 November 2020, seorang ibu menyadari bahwa anak yang baru dilahirkannya 3 hari lalu, yaitu pada 13 November 2020 tampaknya bukanlah anak kandungnya. Bayi yang dilahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. H. Mohammad Anwar, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur ini mendadak berambut lebat. Padahal di hari di mana bayi tersebut dilahirkan, kondisi kepalanya masih belum berambut. Lantas, kejadian ini membuat syok kedua orangtua yang tengah berbahagia dengan kelahiran anaknya. Mereka merasa bahwa bayi tersebut bukanlah bayi kandung mereka karena perubahan pada kondisi biologis bayi yang sangat cepat.

Mereka langsung melaporkan kejanggalan tersebut kepada perawat. Tidak sesuai dengan harapan, baik perawat maupun pihak RSUD dr. H. Mohammad Anwar tidak memberikan respons apalagi kepastian kepada Norma Ningsih dan Subroto selaku orangtua yang melaporkan kejadian tersebut. Kasus tersebut akhirnya diserahkan kepada Polda Jatim setelah Subroto melaporkannya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu uji DNA.

Sekilas info mengenai DNA forensik

DNA forensik telah resmi diterima di pengadilan Indonesia sejak tahun 1997.  DNA forensik dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi berbagai macam kasus, salah satunya kasus bayi tertukar. Menurut Jeffreys, Wilson, & Thein (1985), kemiripan DNA manusia adalah 99,9% dan sisanya, yaitu 0,1% berbeda satu sama lain. Angka 0,1% inilah yang akan yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.

DNA yang biasanya digunakan untuk pemeriksaan sebuah kasus adalah DNA inti (c-DNA) atau DNA mitokondria (mt-DNA). Sesuai dengan namanya, c-DNA terletak di dalam inti sel. Sementara mt-DNA terletak di dalam mitokondria. Menurut hukum Mendel, c-DNA anak berasal dari c-DNA ayah dan ibu (parental inheritance). Jadi, untuk memeriksa hubungan darah antara bayi dengan kedua orangtuanya, ahli DNA forensik akan menggunakan c-DNA ibu dan ayah untuk dicocokkan dengan c-DNA bayi.

Pemeriksaan DNA forensik

Pemeriksaan DNA merupakan bentuk paling canggih untuk membuktikan atau menyangkal hubungan biologis anak dengan orangtuanya (Ma et al., 2006). Ketika DNA anak dibandingkan dengan DNA orangtua terperiksa dan tidak ada kecocokan, orang tersebut dikecualikan 100% sebagai orangtua biologis. Jika ada kecocokan dalam pola DNA, probabilitas 99% atau lebih besar dihitung sehingga membentuk hubungan biologis (Klein, Dykas, & Bale, 2005).

Pengujian didasarkan pada analisis yang sangat akurat dari profil genetik ibu, anak, dan dugaan ayah (Ma et al., 2006). DNA, cetak biru genetik yang unik di dalam setiap sel inti dari tubuh seseorang, menentukan pola genetik dan karakteristik individu. Seorang anak mewarisi setengah dari pola DNA ini dari ibu dan setengah dari ayah. Jika pola ibu dan anak diketahui, pola ayah dapat disimpulkan dengan pasti.

Pemeriksaan DNA berbasis PCR dapat diambil menggunakan sampel darah dan buccal swab. Pada kasus pemeriksaan DNA orangtua dan bayi ini, sampel darah dan buccal swab dari ketiganya diambil untuk diuji keidentikannya. Pada pemeriksaan DNA, biasanya DNA yang dibutuhkan berkisar antara 100 pg-10 ng. Pemeriksaan kemudian diamplifikasi menggunakan mesin PCR. 

Sumber: online.maryville.edu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline