Lihat ke Halaman Asli

Musafir Gitar: Amir-John Haddad, From East to West (Festival Salihara)

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1349986302580073554

Dengan perasaan sedih melancong ke Jazirah Arab, lalu meninggalkannya dengan sedikit harapan kembang di dada. Pergi ke utara dan bertemu banyak orang baru di Turki, sebuah pengalaman yang romantic dan sedikit mistis. Tiba di Yunani, terkesima karena keagungan sejarah dan masa lalunya. Tetapi rindu kampong halaman tidak bisa dibendung. Mengambil jalan laut menyusuri laut mediterania kembali ke Andalusia. Perasaan nyaman, tentram tapi di saat yang bersamaan bergelora timbul setelah perjalanan yang panjang dan “menghasilkan”. Tidak mau tidak, diri teringat akan sebuah pertemuan di Jazirah Arab yang member harapan baru dalam hidup.

[caption id="attachment_211067" align="aligncenter" width="300" caption="Amir-John sedang diwawancarai oleh KompasTV"][/caption]

Begitulah kurang lebih imajinasi saya dalam mencerna petikan gitar Amir-John Haddad. Konser yang termasuk dalam serial festival Salihara keempat ini dapat dibilang menakjubkan dan indah. Hampir semua penonton yang hadir memberikan penghargaan tepuk tangan berdiri.

Memang, sebagian kecil dari penonton tersebut dari awal sudah berdiri (membelakangi sang artisJ). Penonton-penonton ini adalah Paspampres (Pasukan Pasang Muka Ngepres), yang sedari sore sudah berada di Jl. Salihara, Pasar Minggu untuk mengamankan jalanan dan sekitarnya, demi langgengnya kehadiran RI 2, Wapres Boediono, beserta istri dan segudang ajudannya. Dapat dibilang hampir sepertiga dari penonton yang hadir adalah para rombongannya RI 2. Keadaan yang sangat jarang ketika groupies penonton lebih banyak daripada groupies artis yang sedang mentas.

Terlahir di Jerman dari orangtua Palestina-Kolombia, Amir sudah terbiasa dengan keadaan multi-kultur. Ditambah lagi ia telah 15 tahun tinggal di Spanyol. Pilihannya dalam bermusik juga terpengaruh dengan keadaan ini. Tidak kurang dari lima jenis alat music petik dibawa oleh Amir bahkan satu diantaranya sebuah gitar trisula(berleher tiga). Oud dari Arab, Saz dari Turki, Bouzouki dari Yunani, gitar Flamenco dari Spanyol dan si Trisula (maaf, tidak tahu harus disebut apa gitar yang satu ini).

Komposisi dan penyampaian music oleh Amir terasa sangat mengalir. Ibarat seorang troubadour yang handal tengah mendongeng tapi tanpa lirik dan vocal. Petikan-petikan falsetonya di beberapa lagu tidak terdengar depresif malah sebaliknya. Ia juga terlihat sangat piawai menggabungkan alat music tradisional dengan efek-efek elektrik yang modern. Walau ia hanya beraksi sendiri, musiknya terdengar dinamis dan tidak mono-dimensional berkat efek multi layer. Pengaruh-pengaruh rock, blues sedikit funk dan tentunya folk juga terdengar sepanjang konser. Hebatnya, semua itu ia sajikan dengan cara yang jujur dan citra rasa yang natural.

Membaca profilnya di panduan acara Festival Salihara, ia menjanjikan bahwa setiap konsernya akan berbeda rasa satu dengan yang lainnya, membuat saya berantusias menantikan konsernya yang selanjutnya. Cerita seperti apalagi yang akan ia “petik”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline