Lihat ke Halaman Asli

Salju Abadi yang akan Punah

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hari itu cuaca sedang cerah, matahari bersinar terang, awan dan kabut pun sedang alpa. Kapal yang ditumpanginya berjalan dengan kecepatan sedang walaupun sedikit dikejar jadwal. Sambil menikmati sepoinya angin laut dan teriknya matahari ia menatap ke utara. Panorama alam yang pikirnya tidak ada bandingnya. Hamparan biru terbentang bebas tapi hanya sampai ketika sang hijau mencegatnya.Bahtera tersebut hari itu memang berlayar tidak terlalu jauh dari terra firma. Matanya menelusuri lebatnya hutan di cakrawala hingga warna zamrud tersebut perlahan menyaru dengan abu-abu dan kecoklatan. Seolah-olah seorang pahlawan yang berdiri tegak dan kokoh akbar di tengah-tengah prajuritdan pemujanya, gunung tersebut dengan lantang menginjak hutan di bawahnya dan melampaui bahkan awan hendak menggapai matahari. Matanya mencari-cari, otaknya membantu menebak-nebak mana puncak tertingginya gunung tersebut. Di bagian tampuk gunung tersebut memang masih berwarna putih cerah menandakan awan dan kabut masih menutupinya. Tapi begitu ia mengambil sikap penuh selidik, ia mendapati bahwa putih bukanlah putih awan. Bukan pula putih kabut. Dengan penuh pesimis ia menduga bahwa putih yang dilihatnya tersebut adalah putih yang sama yang turun setiap akhir dan awal tahun di negeri asalnya. Diambilnya sebuah teropong dan disidiknya lebih lanjut. Walaupun sudah menduga sebelumnya tetap ia terkejut mendapati kalau sangkaannya ternyata benar. Salju di hutan tropis? Walau mungkin sebagian besar awak kapal tersebut juga menjadi saksi mata akan adanya salju di belahan dunia tropis, tetap saja ia menjadi bahan tertawaan di negeri asalnya ketika melaporkan apa yang ia saksikan. Bahan tertawaan selama lebih dari dua abad. Jan Cartenszoon namanya. Arnhem1 yang ditebenginya. Pada tahun 1623 berangkat dari kepulauan rempah-rempah Amboyna di barat syahdan meniti bagian selatan Guinea Baru menuju daratan di selatan yang terdapat dalam laporan Willem Janzoon2. Nama puncak bersalju “abadi” itu kini diambil dari namanya, Puncak Cartensz atau Puncak Jaya.

Namun salju abadi tersebut memanglah sebuah misnomer. Dengan memakai satu tangan kita dapat menghitung berapa tahun lagi salju itu akan bertahan. Kalau beruntung mungkin dua tangan. Lonnie Thompson, seorang gletserolog kelas dunia, mendapatkan es di sekitar perkemahan mereka mencair 30 sentimeter dalam 13 hari ketika bermalam di dekat Puncak Cartensz. Puncak Cartensz atau lebih tepatnya pegunungan Jaya Wijaya merupakan salah satu dari tiga gletser di kawasan tropis yang tersisa bersama dengan Kilimanjaro di Tanzania dan Cayambe di Ekuador3.

Puncak Cartensz, yang bersama dengan seluruh pegunungan Jaya Wijaya dahulunya merupakan bagian dari dasar laut4 , diperkirakan mulai kehilangan gletsernya semenjak 1820-1850 (Peterson et al., 1973). Perkiraan total gletser yang mencair semenjak tahun 1850 sampai tahun 1980 adalah 16,4km2(Loffler, 1982). Sepanjang tahun 2000-2002 gletser yang mencair di Puncak Cartensz mencapai 0,174km2 atau 7,48% dari total gletser (Kincaid dan Klein, 2004). Dari data-data yang ada sebelumnya dan dari penelitian-penelitian terkini banyak ahli memperkirakan umur “salju abadi” di Puncak Cartensz kurang dari sepuluh tahun 5.

Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Dari pemanasan global, hingga ke penambangan di sekitar pegunungan Jaya Wijaya. Ironisnya perusahaan tambang asal Amrik tersebutlah yang membantu beberapa penelitian. Penelitian Lonnie Thompson contohnya. Freeport-McMoran membantu mengangkut tim peneliti beserta perangkat-perangkat mereka dengan berat total lebih dari empat ton –dari bor system panas ke radar pendeteksi batu, menuju Puncak Jaya memakai helicopter.

Puncak yang masuk ke dalam Seven Summit of Messner6 ini, menurut Thompson, sangatlah unik dan berharga karena merupakan missing link dalam memahami perubahan iklim dan pola iklim regional. Puncak Jaya juga mempunyai peran penting terhadap terjadinya fenomena El Nino, yang menyebabkan monsun di India dan kekeringan di Amazon. Para peneliti mengangkut es-es (juga beberapa sampel air hujan dari daerah sekitar) ini kembali ke Amerika untuk diteliti lebih lanjut. Dalam penelitian ini nantinya akan diketahui besarnya isotop oksigen dan hidrogen dari inti es dan air hujan yang menandakan perubahan suhu. Apabila di dalam inti es dan air hujan terdapat debu, artinya terjadi peningkatan kejadian kebakaran atau pembakaran hutan di sekitar gunung.

Akankah prediksi peneliti-peneliti tersebut menjadi kenyataan? Akankah gletser Puncak Jaya, yang dulu sempat bernama Poentjak Soekarno, mencair dalam hitungan 4-5 tahun? Belum banyak manusia yang merasakan langsung gletser di Puncak Jaya semenjak pertama kali didaki secara resmi oleh Heinrich Harrer7 pada tahun 1962. Puncak Jaya sekarang adalah satu-satunya tempat bernaung sang suci di Nusantara8. Gletser di Puncak Mandala dan Trikora sudah lama kabur9. Pilu rasanya mengetahui tidak banyak yang bisa dilakukan, kalau tidak mau dibilang sama sekali tidak ada, untuk mencegah atau setidaknya memperlambat gletser ini mencair. Bukan bermaksud bernada pesimis, namun memang hanya dengan memeliharanya dalam kenangan kita dapat meneruskannya ke anak-cucu (termasuk dengan tulisan ini).

Ya Tuhan, siapakah yang boleh menumpang dalam kemah suci-Mu

Siapakah yang boleh tinggal di gunung suci-Mu.

Catatan

1Kapal Arnhem karam pada tahun 1662 di dekat Mauritius, dan awak kapal yang berhasimendarat diduga merupakan manusia terakhir yang melihat burung Dodo secara langsung.

2Seorang penjelajah asal Belanda yang dengan Duyfken, kapalnya, berangkat dari Banten melewati Laut Arafuru dan berlabuh di Cape York, Australia. Orang Eropa pertama kali yang menginjakan kaki di Benua termuda ini.

3Di tulisan-tulisan lain banyak yang memasukkan pegunungan Andes dan puncak-puncaknya sebagai salah satu dari puncak bergletser di kawasan tropis. Namun penulis tidak setuju karena berpendapat Andes di Argentina dan Cili lebih tepat dibilang kawasan sub-tropis.

4Di pegunungan Jaya Wijaya ditemukan sejumlah fosil-fosil kerang laut dan binatang-binatang laut purba. Juga bentuknya yang tajam-tajam berbatu mengindikasikan (secara kuat) bahwa daerah ini dulunya adalah dasar laut.

5BMKG secara resmi pada tahun 2011 memprediksi gletser Puncak Jaya akan sepenuhnya hilang pada tahun 2024, sedangkan penelitian tim Lonnie Thompson memprediksi tidak lebih dari sepuluh tahun.

6Sebuah lis yang dibuat oleh Reinhold Messner, disebut-sebut sebagai pendaki gunung terbaik yang pernah ada, yang sebetulnya adalah hasil revisi dari Seven Summit sebelumnya yang ditulis oleh Richard Bass.

7Diperankan oleh Brad Pitt dalam film biopic Seven Years In Tibet.

8Ketika hendak mengambil inti es dari puncak Jaya, tetua dari empat suku asli yang tinggal di sekitar pegunungan sempat menolak keras. Dengan alasan: inti es yang akan diambil adalah tengkorak dari kepala dewa mereka dengan gunung-gunung di sekitarnya berlaku sebagai kaki dan lengan. Jika inti es hilang maka jiwa mereka juga akan hilang. Setelah rapat yang cukup panjang akhirnya perwakilan keempat suku memperbolehkan pengambilan inti es.

9Gletser Puncak Mandala diperkirakan hilang sepenuhnya pada 1990-2003. Sedangkan gletser Puncak Trikora sudah terlebih dahulu hilang, yaitu pada rentang 1939-1962.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline