Pandemi covid-19 nyatanya membuat Ramadan tahun ini menjadi sangat berbeda. Ketika biasanya orang-orang bercengkerama di waktu menuju berbuka, lalu beribadah bersama-sama, kini yang tampak hanya kesepian yang tidak bisa disangkal membuat kita ketakutan untuk keluar rumah.
Tidak ada sholat tarawih berjamaah, tidak ada tadarusan bersama di masjid, tidak ada aktivitas anak-anak yang menabuh bedug membangunkan orang-orang untuk sahur. Orang-orang memutuskan mengurung diri di rumahnya. Tujuannya satu agar tidak tertular virus corona. Padahal tahun-tahun sebelumnya Ramadan begitu syahdu karena yang biasanya tidak pernah bersua, seringkali bercengkerama sehabis solat tarawih. Orang-orang bercampur baur, menikmati bulan penuh keberkahan.
Tapi kini jelas berbeda, semua jelas tidak seperti sebelumnya. Tidak ada keramaian, tidak ada tukar cerita, tidak ada saling bercengkerama. Semua menyepi, menyendiri, mengisolasi dengan tujuan agar terhindar dari virus corona yang berbahaya. Berat memang, tapi harus tetap semangat ya teman-teman.
"Yang, kita jadi belanja?" kata suamiku.
Sejujurnya kami khawatir untuk keluar rumah, ditambah kondisiku yang sedang mengandung memang berbeda dengan kebanyakan orang. Ibu hamil memang memiliki kondisi imun yang lebih rendah dibandingkan dengan orang biasa. Sehingga rentan untuk tertular.
"Aku bingung, takut juga," jawabku.
Beberapa kali, aku memang memutuskan untuk belanja online saja untuk meminimalisir kontak dengan orang-orang. Aku yakin, kekhawatiran seperti ini tidak hanya dirasakan oleh aku dan suami tapi juga oleh banyak orang di luar sana. Ditambah Jakarta adalah episentrum penyebaran virus corona, tentu Jakarta memang merupakan red zone di Indonesia.
Akhirnya, kami urung pergi ke supermarket karena rasa khawatir lebih besar dibandingkan dengan rasa ingin makan enak. Tapi, aku harus banyak bersyukur, di luar sana masih ada yang harus berangkat kerja dengan resiko yang besar untuk tertular, apalagi jika menggunakan transportasi umum, kita tidak pernah tahu orang yang ada di depan kita benar-benar sehat atau tidak.
Ramadan kali ini memang menjadi Ramadan pertama bagiku sebagai seorang istri. Bahagia? Ya jelas, pertama kali menyiapkan makanan untuk buka puasa bagi suami. Pertama kali membangunkan suami untuk sahur lalu memasak untuknya. Ditambah salah satu hal yang harus aku syukuri adalah Allah menitipkan calon anak dirahimku. Sungguh memang ini Ramadan yang istimewa.
Tapi, Ramadan tahun ini memang menjadi perjuangan sendiri, pasalnya banyak sekali hal-hal yang harus dihadapi. Pandemi covid-19 benar-benar membuat orang-orang lebih kuat dari biasanya. Banyak yang dirumahkan, PHK tanpa pesangon, pemotongan gaji, usaha kuliner yang turun drastis omsetnya, serta kepedihan-kepedihan lain yang harus kita lewati. Fase yang sulit, tapi ini bagian yang harus dilewati.
Sulit? Pasti. Apalagi menjelang lebaran dimana anak-anak kecil selalu mengharapkan uang THR dan baju baru dari sang Ayah, sementara sang Ayah harus dirumahkan karena perusahaan tidak ada pemasukan. Tapi, apakah hal ini harus membuat kita pasrah begitu saja? Tentu tidak.