Lihat ke Halaman Asli

Via Mardiana

Freelance Writer

Merawat Warisan yang Tersisa di Tanah Jawa

Diperbarui: 5 Agustus 2018   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://www.profauna.net

Pernah berpikir bagaimana jika suatu hari nanti tinggal beberapa  pohon yang tumbuh di bumi ini? Bumi akan panas, gersang, kering. Air  akan menjadi barang berharga yang diperebutkan. Mereka yang kaya bisa  membeli, mereka yang miskin hanya tinggal menunggu kematian karena  dehidrasi. Lalu, bagaimana pula jika suatu hari nanti pohon benar-benar  tidak ada di bumi ini?

Bagi kita, mungkin tidak akan merasakannya. Tetapi anak cucu kita  kelak akan tahu bahwa mereka mempunyai orang tua yang tidak pandai  merawat bumi. Mereka akan mengecap kita sebagai generasi yang tidak tahu  diri, generasi yang menyisakan warisan kehidupan yang pilu dimana bumi  sudah semakin kering dan kehidupan berada dimasa yang sangat buruk.  

Acapkali kita merasa tidak punya andil dalam perusakan hutan yang  terjadi, kita berpikir bahwa yang harus bertanggung jawab terhadap  perusakan hutan yang terjadi adalah perusahaan-perusahaan besar yang  melakukan penebangan pohon di hutan. Kadang kita juga merasa  pemerintahlah yang dianggap paling bersalah karena tidak dapat  memberikan efek jera bagi pelaku penebangan pohon. Tetapi sebenarnya,  kita pun ikut serta dalam memuluskan rusaknya hutan dibumi ini.

Rasa acuh yang berkepanjangan, merasa diri tidak perlu memperhatikan  lingkungan karena masih banyak aktivis lingkungan hidup yang mati-matian  menjaga hutan. Merasa diri tidak perlu turun tangan dalam rangka  reboisasi hutan karena sudah banyak relawan yang terjun untuk  melakukannya. Pun yang paling memilukan adalah merasa diri tidak harus  peduli karena kita tidak melakukan penebangan atau perusakan hutan  dibumi. Padahal dari perasaan tidak peduli tersebut berimbas pada  penanganan terhadap perusakan yang kini telah terjadi. Jika hanya  sebagian kecil saja yang sadar tentang kerusakan yang terjadi, bagaimana  hutan yang tersisa ini bakal terjaga?.

Cikal bakal dari rasa tidak peduli kita yakni kehancuran hutan itu  sendiri. Kita barangkali tinggal menunggu saja, Indonesia akan menjadi  negara yang gersang dan kering tanpa hutan. Kalimantan yang dulu asri  dengan hutan rimba yang disebut sebagai zamrud khatulistiwa, menjadi  primadona yang menawan dan menarik perhatian dunia kini hanya menjadi  seonggok pulau yang menunggu untuk dihabiskan hutannya oleh orang-orang  yang tidak peduli terhadap keberlangsungan kehidupan di bumi. Bagaimana  bisa ada terjadi banjir di Kalimantan, Sumatera, Papua dan Sulawesi  padahal keempat pulau tersebut mempunyai kawasan hutan yang sangat luas.

Jawaban yang miris karena kawasan hutan yang luas itu kini hanya  menjadi cerita saja . Satu fakta yang dapat dirunut bahwa sebenarnya  keempat pulau tersebut berada pada masa sulit, sulit karena hutan-hutan  yang ada kini semakin sedikit luasannya. Berbagai macam flora dan fauna  hilang karena sudah tidak punya rumah, sisanya digantikan oleh  perkebunan sawit yang maha luas. Lalu bagaimana dengan hutan di pulau  Jawa? Apakah masih ada warisan yang tersisa di pulau yang menjadi pusat  perekonomian Indonesia sekaligus pulau terpadat ini.

Pulau Jawa merupakan pulau paling padat penduduknya di Indonesia,  selain karena menjadi pusat perekonomian Indonesia, pulau Jawa mempunyai  magnet yang efektif membuat banyak orang dari luar pulau banyak  berdomisili di pulau Jawa. Semakin banyaknya penduduk yang mendiami  pulau Jawa, menyebabkan banyak dibukanya lahan-lahan yang semula hutan  menjadi kawasan tempat tinggal penduduk. 

Berkembangnya industri pun  menyebabkan lahan hijau di pulau Jawa semakin sedikit. Berkurangnya luas  hutan yang cukup signifikan yang terjadi menyebabkan spesies langka  yang ada di pulau Jawa mengalami penurunan populasi. Hilangnya habitat  menyebabkan banyak hewan-hewan mati dikarenakan sudah tidak ada lagi  makanan dihutan. Jikalau hewan-hewan tersebut kekurangan makanan maka ia  akan memasuki perkebunan warga, setelah itu mereka hanya tinggal  menunggu kematian karena dianggap sebagai hama bagi perkebunan warga.

Berdasarkan Badan Planologi Departemen Kehutanan, lahan kritis di  Jawa saat ini diperkirakan sudah mencapai 2.481.208 hektar dan penutupan  lahan oleh pohon tinggal 4 %. Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad  ke-18, hutan alam (hutan primer) di Jawa diperkirakan masih sekitar 9  juta hektar. Sedangkan pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan alam di  Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau sekitar 7 persen dari luas  total Pulau Jawa.

Lebih jauh, ternyata pengaruh hilangnya kawasan hutan mempunyai  dampak yang signifikan terhadap kondisi udara di Pulau Jawa. Urgensi  hutan yang sepertinya belum dipahami oleh kebanyakan masyarakat, membuat  masyarakat yang khususnya tinggal di pulau Jawa merasa tidak mempunyai  bagian dalam proses perusakan hutan itu sendiri. Padahal jika ditelaah  lebih jauh, ketika bicara hutan kita akan berbicara tentang  keberlangsungan bumi yang kita tempati ini. Dengan kata lain, ketika  hutan hilang maka eksistensi kehidupan manusia di bumi akan terganggu  bahkan ikut hilang.

Urgensi keberadaan hutan bagi manusia, yaitu sebagai paru-paru dunia.  Pernyataan ini belum juga menggugah kesadaran masyarakat betapa  pentingnya keberadaan hutan. Betapa wajibnya kita menjaga hutan.  Keberadaan pohon-pohon di hutan dapat berfungsi sebagai penyerap karbon  dioksida yang merupakan gas berbahaya bagi manusia jika jumlahnya di  atas batas normal. Dan yang paling penting, bahwa keberadaan pohon  adalah dapat memproduksi oksigen yang merupakan gas paling penting bagi  manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline