Lihat ke Halaman Asli

Vhina Noviyanti

Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNTIRTA

Asal-Usul Makam Sabilillah di Kampung Pahlawan

Diperbarui: 23 Juni 2021   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Asal-Usul Makam Sabilillah Kampung Pahlawan

 

Pada tahun 1948 Agresi Militer ke-II Belanda tiba di  Indonesia, Belanda datang ke Cikotok, kabupaten Lebak, Provinsi Banten, dan menetap di sana selama satu bulan untuk membombardir tambang emas di Pasir Gombong. 

Pada hari minggu Belanda pergi ke Bayah, di tengah perjalanan mobil yang dikendarai Belanda dilempari granat oleh Tentara Nasional Indonesia yang bersembunyi di semak-semak wilayah kampung Suwakan. Namun, sayangnya granat yang dilempar itu tidak meledak.

Setelah kejadian itu, Belanda datang ke kampung Suwakan bersama dua orang informan bernama Endi dan Hudori yang berasal dari kampung Cicadas, kabupaten Sukabumi. Dua orang itu memberi informasi mengenai kepala desa dan tokoh masyarakat Suwakan kepada Belanda.

Minggu malam pukul 12.00 WIB, 2 Januari 1948 bertepatan dengan tanggal 14 Rabi'ul Awal 1367 Hijriyah. Belanda melakukan pembantaian keji kepada kepala desa dan tokoh masyarakat Suwakan, mereka dipaksa keluar dari rumah dan dibariskan di pinggir sungai Cimadur dekat masjid Al-Kautsar, Tanpa pikir panjang, Belanda langsung melancarkan tembakan dengan brutal kepada mereka dan jasadnya dibuang ke sungai Cimadur. Sehingga air yang tadinya jernih, seketika berubah menjadi lautan darah.

Adapun 13 orang yang menjadi korban yaitu :

  • H. Askam sebagai kepala desa Suwakan
  • Dulmatan
  • Letnan Usa Atmaja
  • Uci
  • Sarwono
  • Uceng
  • Sanan
  • Rasid
  • Jahir
  • Tua Tohid
  • Madsuha
  • Sarmad
  • Ujum

Tak lama setelah semua jasad dibuang ke sungai Cimadur, salah seorang warga bernama Mansur dengan gagahnya mendatangi dan menantang kampeni Belanda, Ia ditembak oleh Belanda. Namun, kejadian luar biasa pun terjadi, dengan kuasa dan kebesaran Allah SWT. Tak satupun peluru yang keluar dari senapan berhasil lolos menembus badannya, hanya bajunya saja yang berlubang. Ada satu peluru yang menempel di lehernya, akan tetapi peluru itu bagaikan emping melinjo yang gepeng saat ditumbuk. 

Sebelum kembali ke Cikotok, Belanda membakar 23 rumah, 2 mushola, 15 lumbung padi, dan 3 kandang kambing. Seluruh kampung porak poranda hangus terbakar dilahap si jago merah, warga berhamburan menyelamatkan diri dan harta berharga yang masih tersisa. Kampung Suwakan pun menjadi lautan api.

13 korban yang ditembak oleh Belanda dievakuasi warga dan dikuburkan di tempat yang layak, mereka yang gugur, diangkat menjadi pahlawan dan tempat pemakaman mereka diberi nama makam sabilillah atau makam pahlawan.

Untuk mengenang jasa para pahlawan, setiap malam 10 November diadakan pawai obor keliling kampung, lantunan Salawat pun mengiringi proses pawai obor. Di saat inilah momentum puncak terjadi. Ribuan warga membawa obor berjalan mengelilingi kampung, melintasi jalur yang pernah menjadi saksi atas pengejaran beberapa pahlawan oleh pasukan Belanda yang kala itu melakukan agresi, untuk menguasai wilayah Bayah. Kemudian warga ziarah bersama ke makam pahlawan, dan paginya digelar upacara bendera dan penampilan kesenian debus di lapangan kampung Suwakan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline