Semakin dekat lebaran, kue kering mulai banyak dipasarkan. Industri rumahan yang memproduksi kue kering pun mulai kebanjiran pesanan. Lebaran dan kue kering seolah sudah menjadi paketan yang tak terpisahkan.
Ya, euforia Hari Raya Idul Fitri serasa tidak lengkap tanpa tradisi kue kering. Suguhan kue kering bahkan sudah menjadi simbol silaturahmi dalam setiap perayaan hari raya besar. Dua pekan jelang Idul Fitri, bahkan sejak awal Ramadan banyak orang, sudah berburu kue-kue kering khas daerah masing-masing. Entah itu untuk menghiasi toples di atas meja saja, atau betul betul dinikmati sepenuh hati.
Namun tradisi keluargaku sejak dulu, selalu meracik dan membuat sendiri kue-kue lebaran. Selain bisa menghemat, tentu saja punya kepuasaan dan kebahagiaan sendiri. Aktivitas membuat kue-kue kecil mulai dari kering hingga yang basah menjadi hal yang paling dinanti-nanti bagi kami. Tak jarang aku dan dua saudara perempuanku yang lain berbagi tugas membantu ibu membuat kue kering.
Apa coba yang terbayang?. Hal pertama tentu saja, keingintahuan sederet pertanyaan dan komentar dari kerabat dan tetangga. Dengan hasil kue sentuhan anak-anak ingusan ini, kue kering pun siap dinikmati. Namanya masih anak-anak, yang terbayang pasti hal-hal konyol yang kadang bikin geli saja.
Dikomentari dengan kalimat begini saja. "Wah, hebat yah anak gadisnya, atau kuenya enak banget siapa yang membuat?", sudah membuat separoh dunia milik kami. Hihi receh yah alasannya?.
Bagi sebagian keluarga yang punya aktivitas tinggi dengan rutinitas kerja, membuat kue sendiri seolah bukan keharusan lagi. Terlebih lagi di era digital ini. Semua serba ada, tinggal pijit tombol ini dan itu di layar ponsel, kue-kue yang dipesan pun sampai dengan selamat. Begitu banyak ragam kue tradisonal hingga modern yang bisa kita temukan saat Lebaran.
Pun, semakin banyak alternatif pilihan belanja di toko-toko online ataupun bakery shop yang siap siaga untuk disapa. So, alih-alih mau meluangkan waktu untuk membuat kue yang belum tentu berhasil. Sebagian besar orang lebih memilih jalan pintas, asal bisa dapat kue kering untuk lebaran, tak sedikit yang akhirnya kebeli kue kurang berkualitas.
Nah, menariknya dua tahun belakangan ini aku amati, kue kering jadul sudah mulai bertaburan memenuhi toples saat bersilaturrahmi. Alasannya simple, Kue jadul tak lekang dimakan waktu. Kue jadul masih tak kehilangan pesonanya, selalu bikin kangen karena nilai sejarahnya. Ada yang setuju?.
Lalu bagaimana kira-kira nasib si kue kering ini saat lebaran, di masa wabah pandemi begini?. Bagaimana suasananya?. Akankah mungkin sama dengan tahun-tahun sebelumnya?.
Apalagi harga kue kering saat ini, tidaklah murah. Bisa merogoh kocek yang tak sedikit. Untuk satu toples saja, minimal bisa dipatok harga Rp60.000 hingga Rp 95000. Nah, kalau sudah begini apa ditunda dulu saja menyiapkan kue kering untuk lebaran atau ditiadakan saja?.
Eitss, tunggu dulu, tentu saja tidak. Kalau aku sendiri tak mau pasrah begitu saja dengan keadaan. Boleh pandemi corona merajai bumi saat ini, tapi tak akan ada ruang untuknya mengambil semangatku. Ya, semangat membuat kue kering sendiri sesuai budget.