Lihat ke Halaman Asli

Jokowi, Pemimpin Transformasional yang Dibentuk

Diperbarui: 2 Juli 2022   13:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengutip Jeffrey A. Winters, Joko Widodo (Jokowi) disebut sebagai presiden terlemah secara politik sejak Gus Dur. Bahkan, ia juga bukan berasal dari kalangan elite. Lantas, kenapa Jokowi bisa terpilih menjadi presiden Indonesia? Lalu bagaimana gaya kepemimpinannya? Berikut sepenggal kisah mengenai Jokowi, pemimpin transformasional yang dibentuk.

Ir. H. Joko Widodo atau yang kerab disapa Jokowi lahir di Surakarta pada tanggal 21 Juni 1961. Sejak kecil Jokowi telah hidup sederhana bersama keluarganya di sebuah rumah kontrakan di tepi sungai di Solo. Bahkan mungkin anda tidak akan menyangka jika rumahnya kerap kali digusur semasa kecil. Bergeser di usia lebih dewasa, Jokowi memilih untuk mengambil kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Gajah Mada dan akhirnya memilih menjadi pengusaha mebel setelah sebelumnya sempat bekerja di salah satu BUMN di Aceh.

Di saat bisnis mebelnya sedang di puncak-puncaknya, Jokowi menyadari kondisinya sangat berbalik dengan lingkungan sekitanya di Solo. Berbekal niat Jokowi pun mendirikan sebuah organisasi bernama Asmindo, yang menaugi pedagang mebel di seluruh Indonesia dan lebih dari 140 pengusaha mebel dan kerajinan di Solo. Siapa sangka dari sepak terjangnya selama menjadi pengurus organisasi tersebut, anggota Asmindo menilai bahwa Jokowi adalah orang yang pantas mencalonkan diri menjadi walikota Solo. Awalnya Jokowi menolak permintaan rekan-rekannya, namun pada tahun 2005 akhirnya Jokowi menemukan panggilan itu setelah salat istikharah meminta petunjuk Allah. Lalu beliau pun meminta restu keluarganya untuk mencalonkan diri sebagai Walikota Solo, reaksi keluarga beragam namun pada akhirnya mereka menyetujui karena menghormati pilihan Jokowi.

Dari sinilah Jokowi mulai tercebur di dunia politik yang sama sekali tidak dikiranya. Pada Pilkada Solo 2005 Jokowi pun terpilih sebagai Walikota Solo dan terpilih kembali pada periode berikutnya. Berbagai prestasi pun diperolehnya selama menjabat bahkan beliau dinobatkan sebagai walikota terbaik ke 3"World Mayor Project 2012" di dunia versi The City Mayor Foundation. Kepiawaiannya dalam memimpin pun membawanya sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012 dan tanpa sempat menyelesaikan masa kepemimpinan sebagai Gubernur DKI Jakarta beliau langsung dicalonkan menjadi calon Presiden di tahun 2014.

Jokowi pun berhasil terpilih sebagai Presiden pada Pilpres 2014 bersama Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden sampai tahun 2019. Siapa yang menyangka kalau Jokowi akan terpilih kembali sebagai Presiden di periode selanjutnya? Kali ini Jokowi bersama K.H. Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden dilantik pada 20 Oktober 2019 untuk masa jabatan dari tahun 2019 hingga 2024 mendatang. Begitulah sedikit biografi Jokowi yang dapat saya ceritakan sebagai pembahasan awal untuk menganalisis kepemimpinan seorang Jokowi.

Analisa berdasarkan delapan teori kepemimpinan menunjukkan setidaknya Jokowi memiliki tiga poin teori yang sesuai dengan gaya kepemimpinannya yaitu: teori kepemimpinan gaya dan perilaku, teori kepemimpinan perilaku dan teori kepemimpinan transformasional. Lebih lengkap akan dibahas di paragraf selanjutnya.

Pertama, berdasarkan teori gaya dan perilaku, seseorang dikatakan dapat belajar dan berlatih untuk menjadi pemimpin melalui ajaran, pengalaman, dan pengamatan yang baik. Seperti yang diterangkan sebelumnya Jokowi sama sekali tidak memiliki latar belakang politik. Jokowi tidak berasal dari kalangan elite, petinggi partai apalagi deretan orang deretan orang terkaya di Indonesia. Namun bisa kita liat seiring waktu Jokowi terus merangkak dari jabatan kecil ke jabatan yang lebih besar dan kini Jokowi telah mencapai masa akhir dalam jabatan presiden periode keduanya. Hal ini sesuai dengan isi dari teori gaya dan perilaku bahwa seseorang tidak perlu dilahirkan untuk menjadi pemimpin melainkan bisa belajar dan berlatih dari pengalaman ataupun pengamatan yang baik. Istilahnya pemimpin itu dibuat bukan dilahirkan.

Kedua teori perilaku mengatakan seorang pemimpin ditentukan oleh perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan dan perilaku tersebut dapat dipelajari atau dilatih. Jika teori sebelumnya menekankan bahwa kepemimpinan dapat dipelajari maka teori ini mengedepankan perilaku-perilaku atau kebiasaan hingga seseorang bisa layak disebut pemimpin. Pada awal karirnya sebagai politikus tepatnya sewaktu menjabat sebagai Wali Kota Solo, Jokowi dikenal karena kebiasaannya blusukan (meninjau langsung kondisi masyrakat di daerah kepemimpinannya). Hal ini membuat beliau semakin dikenal dan dicintai masyrakat karena sosoknya yang sederhana, pekerja keras dan merakyat.  Bagi masyarakat perilakunya menunjukkan beliau mampu menjalankan fungsi kepemimpinan dengan baik.

Terakhir Jokowi juga cocok disebut sebagai seorang pemimpin transformasional. Teori transformasional menerangkan seorang pemimpin selalu ingin mengelola lembaga atau organisasi yang dipercayakan kepadanya dengan lebih efektif dan efisien. Berkaitan dengan transformasi lembaga, masih ingatkah anda peristiwa lelang jabatan yang dilakukan Jokowi sewaktu menjadi Gubernur DKI Jakarta? Lelang jabatan adalah salah satu terobosan terbaik Jokowi sebagai seorang pemimpin transformasional. Lelang jabatan membuat pengawai pemerintaan lebih bergerak untuk berprestasi dan meningkatkan performanya. Selain itu, masyarakat juga memperoleh manfaat berupa layanan publik yang semakin baik, percepatan pembagunan yang nyata, peningkatan kesejahteraan, berkurangnya kemiskinan dan lain sebagaimya. Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah teori yang mengarah pada istilah memanusiakan manusia dan Jokowi berhasil menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin yang transformasional.

 Gaya kepemimpinan transformasional tampaknya memang signature Jokowi. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini ditandai dengan: fokus pada perubahan organasi (dalam hal ini negara), energik, cerdas dan penuh semangat sehingga mampu memotivasi kelompok dan perubahan yang lebih baik. Selama masa jabatannya sebagai Presiden banyak keputusan-keputusan transformasional yang telah dilakukan Jokowi seperti:  pemerataan pembangunan infrastruktur, perizinan berusaha yang mudah, kartu prakerja, BBM satu harga, merdeka belajar dan lain sebagainya. Semua kerja keras dan inovasi Jokowi sebagai pemimpin transformasional berhasil terwujud dan membantu masyarakat Indonesia.

Berkaitan dengan hal ini, Jokowi menyatakan bahwa koordinasi merupakan kunci dari semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga, ia memberi perintah kepada setiap kementerian/lembaga untuk menghilangkan ego sektoral, ego kementerian, maupun ego lembaga. Sebab, dibutuhkan koordinasi yang baik antar kementerian/lembaga dalam membentuk kebijakan yang solid dan berguna bagi bangsa dan negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline