Lihat ke Halaman Asli

Perlindungan Lingkungan Hidup Semakin Terabaikan di Kota Manado

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi inilah yang sedang terjadi di kota Manado. Kisah hebohnya kegiatan reklamasi (pengurugan) pantai Teluk Manado 19 tahun lalu yang memusnahkan habitat manusia pesisir, flora serta fauna perairan teluk Manado, hebatnya angin barat memporak-porandakan bangunan-bangunan sementara di tepian pantai Manado (area Bahu Mall dan Mega Mas) pada tahun 2002, hingga longsor dan banjir berturut-turut terjadi tahun 2013 dan 2014, terlihat tak mampu menyadarkan para eksekutor dalam memberikan ijin bagi para investor untuk berlaga di area “reklamasi” tersebut. Tak hanya di area tersebut, kondisi ini telah merambah ke seluruh area Kota Manado khususnya pada wilayah yang berpotensi mendatangkan keuntungan ekonomi.

Sebetulnya tidak jadi masalah, asalkan lingkungan hidup terjaga dan dipertimbangkan dengan seksama ketika akan mendirikan suatu bangunan/kegiatan. Analisis mengenal dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah suatu alat untuk melindungi lingkungan hidup, meski masih menjadi kontroversi di kalangan masyarakat umumnya. AMDAL masih dianggap hanya sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan ijin, padahal tidak sesederhana itu. Amdal adalah dokumen penting sebagai acuan untuk memantau kondisi bangunan serta kegiatannya selama beroperasi. Dalam dokumen Amdal, kita (masyarakat dan pemerintah) akan mudah memantau apa saja yang mesti dipantau pada bangunan/kegiatan yang terlihat rumit sekalipun. Dampak-dampak yang menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan akan teranalisis disini dan terusulkan cara memitigasi dampak negatif tersebut, sebelum bangunan/kegiatan tersebut dilaksanakan. Dari hasil analisis danmitigasi dampak, pemrakarsa (investor) sudah dapat menyiapkan apa saja pelengkap bangunannya agar dapat beroperasi dengan baik tanpa merusak lingkungannya. Lingkungan hidup yang dimaksud disini tak hanya alam, tetapi juga lingkungan sosial masyarakat serta lingkungan binaan lainnya (sekitarnya), serta seluruh sistem kota.

Namun, apa yang terjadi saat ini? Bangunan-bangunan terbangun di tepian pantai Manado tanpa/belum memiliki dokumen sakti ini. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 tentang Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL tak digubris pemberi ijin apalagi pemrakarsa. Semestinya pemberi ijinlah yang harus “galak” dalam mengaplikasikan peraturan tersebut. Bangunan setinggi 20-an lantai seolah mencakar langit tanpa ijin lingkungannya, diikuti bangunan yang terbentang panjang tanpa peduli dengan keindahan alam yang dirampas “gratisnya” dari masyarakat kota Manado. Ada lagi bangunan-bangunan yang sudah sedang beroperasi yang menebarkan bau tak sedap akibat sampah-sampah padat dan cair yang tak terolah dengan baik, dari kegiatan supermarket hingga rumah sakit.

Area ruang terbuka hijaupun yang dijanjikan para pemrakarsa meski hanya dengan jaminan “saling percaya” ketika itu, tak pernah terwujud. Hanya sejenak pohon-pohon naungan lebar tumbuh seolah kita percaya bahwa akan ada area hijau gratis bagi masyarakat, yang akhirnya kini digantikan oleh bangunan-bangunan lain. Kecewa sekali dan tak ada tempat untuk bertanya dan mengadukan kondisi ini, karena kembali pemerintah kala itu yang turut membuat masyarakatnya semakin tak percaya akan kinerjanya.

Jasa lingkungan berupa pemandangan indah, udara yang bersih tak berbau, serta iklim mikro yang dijanjikan, tak kunjung terwujud, malah terus saja terdegradasi. Padahal, dari berita Antara News Rabu, 1 Agustus 2007, masing-masing pengembang di area reklamasi pantai Manado telah diwajibkan membuat AMDAL, karena kegiatannya berbeda-beda. Yang artinya AMDAL tersebut sesuai dengan disain bangunan yang akan dibangun ketika itu, di mana disain bangunan digambar dahulu, kemudian dianalisis dampak negatif bangunan/kegiatan tersebut terhadap lingkungan hidup. Namun, apa yang terjadi saat ini? bangunan-bangunan telah/sementara terbangun tanpa hasil analisis lingkungan hidup.

Tak hanya di area reklamasi pantai dan sekitarnya, kejadian ini telah merambah ke area-area baru yang berpotensi berkembang pesat seperti di kawasan ring-road Manado. Bangunan-bangunan terbangun dengan membiarkan kondisi lahan dengan kemiringan ekstrim (membahayakan keselamatan manusia) terjadi, dan ketika dicek ternyata mereka tak memiliki dokumen kajian lingkungan.

Siapa yang tak ingin kota Manado menjadi kota yang menarik bagi investor dan nyaman untuk dihuni? Meski kita tahu bersama bahwa konsekuensi pembangunan kota adalah berubahnya kualitas lingkungan hidup. Namun, kualitas lingkungan tak akan terganggu, jika ada alat proteksi lingkungan hidup yang berupa dokumen AMDAL dan pemerintah kota Manado yang harus memaksakan itu bagi para pemrakarsa (investor/pengembang).

Upaya keras harus dilakukan oleh pemerintah kota Manado, untuk meminimalkan kerusakan lingkungan hidup, mengingat pembangunan kota ini begitu cepat terjadi. Tertibkan bangunan-bangunan yang tak miliki dokumen lingkungan menjadi tugas yang sangat prioritas saat ini, jika tak ingin kota kita terkejar oleh bencana lingkungan (akibat ulah manusia) yang berujung pada terancamnya keamanan, kenyamanan dan keberlanjutan Kota Manado.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline