Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Harus Mampu Bangun Satu Nasionalisme dari Papua Hingga Aceh

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah buku ditulis Sejarawan Papua Bernarda Meteray yang diluncurkan dua tahun lalu diberi judul cukup menghentak ‘Nasionalisme Ganda Orang Papua’.Buku yang merupakan rangkuman disertasidoktoralnya di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia itu mengangkat sebuah temuan baru bahwa dalam kajian sejarah, nasionalisme di belahan dunia mana pun tidak pernah berakar tunggal, termasuk di Papua. http://regional.kompas.com/read/2012/12/16/0340364/Mengenal.Wajah.Nasionalisme.Papua

Bahwa di kalangan orang Papua, Nasionalisme sebagai ekspresi politik mengalami keterbelahan. Pada belahan yang satu memiliki nasionalisme sebagai orang Indonesia, namun di belahan yang lain juga ada nasionalisme ke-Papua-an.Semangat nasionalisme Papua dipompa oleh Pemerintah kolonial Belanda dengan cara membenahi pemerintahan dan memberi ruang bagi tumbuhnya bibit Papua melalui pembentukan partai-partai politik dan Dewan Papua yang dilantik tanggal 5 April 1961.

Sedangkan nasionalisme ke-Indonesia-an, lahir melalui kelompok terdidik yang sejak zaman revolusi sudah terlibat dalam perjuangan kemerdekaan bersama para pemuda dari daerah lainnya di Indonesia. Kegamangan pemerintah kolonial Belanda yang pada awal 1960 dilanda kekhawatiran hebat oleh gerakan Presiden Soekarno menyebabkan pecah peristiwa tanggal 1 Desember 1961 yakni pendeklarasian kemerdekaan Papua. Peristiwa itu bukannya menghasilkan penyatuan nasionalisme tetapi justru telah menimbulkan perpecahan yang semakin tajam di kalangan para elite Papua sendiri. Tidak tuntasnya penyelesaian persoalan nasionalisme ke-Indonesia-an di Papua masa itu, oleh Bernarda dinilai telah meninggalkan konflik sejarah berkepanjangan di Papua hingga saat ini.

Dalam perspektif yang sama, saya kira hal serupa juga terjadi di Aceh dan mungkin di daerah lainnya juga. Hanya saja proses penyatuan nasionalisme-nya jauh lebih cepat ketimbang pada kedua wilayah itu mengingat cukup berpengaruhnya tokoh-tokoh lokal serta adanya faktor-faktor pemicu lainnya seperti persoalan politik, ekonomi, sosial dan lainnya.

Namun seiring berjalannya waktu, melalui berbagai pendekatan penyatuan nasionalisme ke-Indonesia-an itu mulai menampakan hasil. Pemerintahan terdahulu sudah meletakan dasar yang baik, kendati harus diakui masih ada beberapa yang masih harus dibenahi ulang. Sebagai bangsa yang besar, optimisme kita mesti juga lebih besar dari bangsa lainnya. Kita percaya semua hambatan dan gangguan terhadap penyatuan nasionalisme dapat teratasi sepanjang ada tekad bersama dan komitmen yang kuat untuk membenahinya.

Sudah banyak kemajuan yang tampak kasat mata dalam sepuluh tahun terakhir. Setidaknya bisa terlihat dari hal-hal fisik seperti perayaan hari-hari besar nasional yang semakin meriah di berbagai tempat, khususnya di Aceh dan Papua. Perayaan 17 Agustus, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, dan Hari Pahlawan 10 November yang senantiasa diikuti berbagai kegiatan konstruktif yang dibuat untuk memeriahkan momentum hari besar nasional itu. Selain upacara bendera, ada kirab budaya, dan lomba ini serta festival itu yang semuanya sangat khas daerah masing-masing.

Di kabupaten Deiyai misalnya, dalam rangka Hari Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan tahun ini sudah digelar kegiatan Festival Seni, Sastra dan Budaya yang diselenggarakanDinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten setempat melibatkan seluruh pelajar tingkat SMP yang  ada di wilayah Kabupaten tersebut untuk menggali kemampuan siswa dalam mengembangkan kreativitas. http://tabloidjubi.com/2014/10/26/hut-sumpah-pemuda-pelajar-deiyai-meriahkan-dengan-lomba-koteka-dan-moge/

Demikianpun di Aceh, ada festival Krueng Aceh yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh pada Minggu (9/11/2014) sebagai napak tilas Krueng Aceh yang di masa lampau dikenal sebagai jalur transportasi dagang sekaligus mengangkat Krueng Aceh sebagai tempat wisata bahari madani.

Membangun nasionalisme memang bukan perkara mudah, apalagi di era dunia tanpa batas sekarang ini. Namun sesulit apapuan ia, harus tetap dilakukan dengan berbagai cara dan upaya kreatif. Agar generasi muda kita tetap memiliki identitas ke-Indonesia-an serta mencintai bangsa dan negaranya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Saya yakin dan percaya, Presiden Jokowi dan Kabinet Kerja yang dipimpinnya mampu melakukannya. Semoga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline