Kita sering mendengar bahwa gejala sosial seperti, kenakalan remaja, perilaku seks menyimpang, dan lain sebagainya banyak disebabkan ketidaktahuan dan ketidaksiapan keluarga dalam mendidik anggota-nya. Katakanlah orang tua yang tidak punya kesiapan waktu untuk mendampingi anak-anak nya, atau ketidaksiapan intelektual untuk mendidik anak nya, atau bahkan mngkin ketidaksiapan yang lain nya.
Nah, secara tidak langsung ketidaksiapan ini yang menjadi akar dari permasalah sosial kita. Hal ini juga bisa kita sebut keluarga yang kehilangan fungsi kontrol nya, kontrol dalam artian memberi perhatian dan juga sumber sumber pengetahuan kepada anggota nya.
Jika kita tarik sudut pandang lain, ini sebenarnya bentuk tindakan orang tua meyatimkan hak nya sendiri hal semacam ini yang menyebabkan anak mencari kenyamnan di luar rumah, mereka bersentuhan dengan lingkungan luas tanpa kesiapan mental karena orang tua juga tidak memberikan dan melaksanakan tugas tugasnya tadi.
Selain hal hal tersebut, kesalahan berpikir orang tua adalah ketia menyerahkan bulat bulat semua urusan pendidikan anak nya kepada lembaga sekolah.
Menurut Ivan illich, seorang tokoh filsuf yang terkenal dengan konsep deschooling society nya, sekolah itu mendehumaniasasi manusia, membagi bagi tingkatan warga belajarnya sesuai spekulasi yang ditentukan, tanpa mempertimbangkan kemampuan dan keahlian warga belajarnya.
Nah hal semacam ini pula yang mempengaruhi anak dalam mengambil peran sosialnya, di rumah mereka tidak mendapat kenyamanan, sedang di sekolah juga di diskrisminasi dan di intimidasi kemampuan nya.
Padahal sederhananya pendidikan baik itu sifatnya formal, non formal, dan informal dalam keluarga, adalah bagaimana mengantarkan anak menemukan fafilan nya, menemukan kemampuan dan keahlian nya sehingga dia tau dengan tiga hal penting, yaitu:
1. Identifikasi, anak tau siapa dirinya, tau diri religiusnya, diri sosial nya, diri budaya nya, dan lingkungan nya.
2. Lokasi: anak tau dimana posisinya, dimana dia berada dan bisa membaca situasi dengan kecerdasan intelektual, sosial, dan teknologi
3. Orientasi: Anak mampu membuat langkah langkah ke depan dan mampu merancang rencana masa depan
Paulo freire dalam bukunya pendidikan kaum tertindas juga menyebutkan bahwa hendaknya pendidikan itu memberi kebebasan, bukan tekanan dan menjadikan murid seperti mesin mesin industri, kurang lebih sama dengan konsep ivan illich tentabg masyarakat tanpa kelas. Pendidikan dari ke orang tua pada anak bukan soal haki menghakimi, tapi persoalan bagaimaba orang tua bisa menemani anak menemukan keahlian nya dan mengantarkan anak mereka pada peran peran sosial yang sesuai dengan keahlian yang dia miliki, kalau anak nya hobi bertani jangan di arahkan jadi insinyur, mereka sudah punya fadilah masing masing, jika di bawakan pada pendidikan islam, kata cak nun ini adalah konsep pendidikan dan rahmatal lil alamin.