Lihat ke Halaman Asli

Kesalahan Pengurus Klub Sepak Bola di Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sudah selama bertahun2 klub Indonesia dikelola atas dasar ikatan pertemanan, saudara dan ikatan informal ala patron klien yang kadang punya logikanya sendiri. misalnya kepala daerah tahu2 bisa jadi pengurus. padahal si bos ini belum tentu gila bola. hanya karena jabatannya dianggap bisa memuluskan ijin pertandingan, minta sponsor dkk. namun bukan berarti oknum semacam, ini tidak cerdas. gelontoran uang bagi klub tercinta sejatinya adalah sesuatu yang bermasalah. terutama saat APBD masih dipakai. Bagaimana mungkin klub yang dikelola dengan baik kasnya selalu kosong di akhir musim???? lari kemana gaji pemain yang masih tertunggak??? Apa kabar stadion dan fasilitas latihan untuk latihanKlub??? semuanya tidak jelas. Semua ini karena klub di Indonesia masih dikelola secara amatir. Tidak ada kepemilikan saham yang jelas dan transparan. kalau sudah begini, pemilik klub sepakbola akhirnya jadi anonim dan normatif. Klub X adalah milik rakyat X yang kebetulan dipimpin si X.

Entah tahun berapa saya lupa, di Sriwijaya FC sempat ada kabar heroik, pengurus sampai menggadaikan rumah untuk membiayai klub. secara pribadi saya salut. tapi sebenarnya ini adalah bukti lain tidak profesionalnya pengurus klub sepakbola Indonesia. Bukankah pengurus melalui menejemen sebaiknya fokus pada upaya pembiayaan klub dari pihak ke3 ??? bukannya apa, selama ini tak pernah terdengar pengurus klub Xdapat deviden, bonus atau apapun namanya berdasarkan kerjakeras ataupun sumbangan pada klubnya. Kalau kalah dalam kampanye, bukan hal yang mustahil jika suatu saat bantuan ke klub akan dipermasalahkan!!!

Untuk saat ini yang kena sindrom pengurus nggak jelas adalah Persebaya 1927. Siapakah yang punya Persebaya 1927??? masyarakat Surabaya atau elit pengurus tertentu??? mengapa harus mengeluarkan duit sendiri yang akhirnya dianggap sebagai dana talangan??? bukankah kalau merasa tidak mampu mencari duit buat klub harusnya mundur??? mengapa harus memaksakan diri keluar duit sendiri ??? kalau cinta klub seharusnya itu duit adalah hibah!!!Apakah untuk pencitraan buat persiapan pilkada???

Apapun itu, Klub di Indonesia belum profesional. Kepemilikan saham tak jelas. Yang punya klubpun tak jelas. Yang jelas tiap musim keluar uang tanpa keuntungan yang jelas.

***

http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_English_football_club_owners

http://www.theroar.com.au/2010/03/24/i-want-to-buy-a-football-club/

“…I propose $1000 to buy a share in NQFC.

In return I want:

* a position on the board of directors.
* a say in club logo, colours, and away strips
* to know the financial viability of a marquee player
* a know which marquees and players are in consideration
* access to the budget, financial reports and future forecast
* my voice to be heard “>>>intinya sebagai pendukung klub mau beli saham klub dengan ketentuan diatas

http://en.wikipedia.org/wiki/Brisbane_Roar_FC

“…The Bakrie Group also own Indonesia Super League club Pelita Jaya FC and Belgian Second Division club C.S. Visé. Following this change of ownership, the new chairman of the Roar was announced as Dali Tahir.

After becoming the first majority-share foreign owner of an A-League team, on 6 February 2012, the FFA announced that Bakrie had acquired 100 percent ownership of the Brisbane club. “>>>intinya saham dibeli 100%

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline