Sejak kecil, kita telah diajarkan untuk menekan emosi negatif seperti amarah dan kekecewaan. Orangtua, guru, dan masyarakat seringkali mengingatkan kita untuk selalu bersikap positif, tersenyum, dan menyingkirkan segala perasaan yang dianggap buruk. Ada semacam gerakan di mana-mana yang mengajarkan kita untuk mengawasi pikiran dan melepaskan emosi negatif agar kita bisa bahagia. Namun, dengan melakukan hal ini, kita justru menutup dan mematikan sebagian dari diri kita sendiri serta menekan kepenuhan emosi yang seharusnya kita miliki.
Untuk merasa utuh dan menjadi utuh sebagai manusia, kita harus menghormati semua emosi yang ada di dalam diri kita, baik yang dianggap baik maupun buruk. Setiap emosi itu indah dan menciptakan kepenuhan serta keutuhan dalam pengalaman hidup kita. Emosi adalah kekuatan yang kuat yang dapat digunakan tubuh kita sebagai bahan bakar untuk bertindak dan menyembuhkan. Pikiran kita menciptakan realitas, bukan sebaliknya. Jadi, ketika realitas kita tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan dan memunculkan emosi yang tidak menyenangkan, itulah pesan yang diberikan kepada kita untuk mulai membangun jembatan antara apa yang ada dan apa yang bisa terjadi. Meluangkan waktu untuk menyadari reaksi, pikiran, dan emosi kita akan membawa kita ke dalam ruang kejernihan dan keseimbangan di mana kita dapat membuat keputusan yang dipandu dan didukung oleh jiwa kita, keputusan yang akan mengantarkan pada pembebasan dan penyembuhan untuk diri kita sendiri dan semua kehidupan di sekitar kita.
Bukannya menekan dan menyangkal amarah atau kekecewaan, kita perlu menerimanya sebagai bagian dari pengalaman manusia yang alami. Dengan melakukan ini, kita membuka diri untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik emosi tersebut. Amarah atau kekecewaan sering kali adalah sinyal bahwa kebutuhan atau nilai-nilai kita tidak terpenuhi. Daripada menyalahkan diri sendiri atau orang lain, kita bisa menggunakan emosi tersebut sebagai pemandu untuk menemukan solusi dan membuat perubahan positif dalam hidup kita.
Ketika kita menghindari atau menekan emosi negatif, kita sebenarnya sedang menolak sebagian dari diri kita sendiri. Padahal, semua emosi itu penting dan memiliki fungsi tersendiri dalam kehidupan kita. Amarah, misalnya, bisa menjadi pendorong untuk melakukan perubahan dan membela diri kita sendiri. Kekecewaan bisa mengajarkan kita untuk lebih menghargai apa yang kita miliki dan tidak menganggap sesuatu sebagai hal yang remeh. Kesedihan membantu kita untuk melepaskan dan mengalami proses berkabung yang sehat.
Menekan emosi negatif tidak hanya merugikan diri kita sendiri, tetapi juga berpotensi merusak hubungan kita dengan orang lain. Ketika kita menyangkal atau menyembunyikan emosi yang sebenarnya, kita menciptakan jarak dan kurangnya keintiman dalam hubungan kita. Orang lain akan merasa kita tidak terbuka dan jujur, dan hal ini bisa menimbulkan rasa curiga atau ketidakpercayaan. Di sisi lain, ketika kita berani mengekspresikan emosi kita dengan cara yang sehat dan bertanggung jawab, kita membangun hubungan yang lebih dalam dan bermakna dengan orang lain.
Alih-alih menekan emosi negatif, kita perlu belajar untuk mengakui, memahami, dan mengekspresikannya dengan cara yang sehat. Dengan melakukan ini, kita membuka pintu bagi pertumbuhan pribadi, penyembuhan, dan kedamaian batin yang lebih besar. Kita bisa menggunakan emosi tersebut sebagai bahan bakar untuk melakukan perubahan positif dalam hidup kita, daripada membiarkannya tertahan dan menjadi racun yang merusak diri kita.
Salah satu cara untuk menerima dan mengekspresikan emosi negatif dengan sehat adalah melalui praktik mindfulness atau kesadaran penuh. Dengan berlatih mindfulness, kita belajar untuk mengamati emosi kita tanpa menghakimi atau menekannya. Kita membiarkan emosi itu hadir, mengalir, dan pergi dengan sendirinya tanpa terlalu mengidentifikasikan diri dengan emosi tersebut. Ini membantu kita untuk tidak terjebak dalam siklus emosi negatif yang berkepanjangan dan memungkinkan kita untuk merespons situasi dengan lebih bijaksana.
Selain itu, kita juga bisa mencari cara-cara yang konstruktif untuk mengekspresikan emosi negatif, seperti melalui kegiatan seni, olahraga, menulis jurnal, atau berbicara dengan orang yang kita percayai. Dengan mengekspresikan emosi secara sehat, kita memberi ruang bagi emosi tersebut untuk diproses dan dilepaskan, daripada menahannya di dalam diri kita. Ini bisa mencegah emosi negatif tersebut berkembang menjadi masalah kesehatan mental yang lebih serius, seperti depresi atau gangguan kecemasan.
Mengekspresikan emosi negatif dengan cara yang sehat juga membantu kita untuk membangun resiliensi dan ketahanan dalam menghadapi tantangan hidup. Ketika kita belajar untuk menghadapi emosi sulit dengan cara yang konstruktif, kita menjadi lebih kuat dan lebih mampu menghadapi kesulitan di masa depan. Kita tidak lagi merasa kewalahan atau terjebak dalam emosi negatif, tetapi memiliki keterampilan dan sumber daya untuk mengatasi situasi dengan lebih efektif.
Dalam proses menerima dan mengekspresikan emosi negatif, sangat penting untuk bersikap welas asih terhadap diri sendiri. Kita semua manusia, dan tidak seorang pun sempurna. Kadang-kadang kita akan merasa marah, sedih, atau kecewa, dan itu normal. Jangan terlalu keras terhadap diri sendiri ketika emosi negatif muncul. Sebaliknya, arahkan perhatian dan kebaikan hati kepada diri sendiri, seperti yang Anda lakukan terhadap orang lain yang Anda sayangi.