Lihat ke Halaman Asli

Dangdut 2.0.

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Sahabat tahu siapa itu Mela Barbie, Lina Geboy, atau Hesti Bohay? Sahabat mungkin malah bertanya, siapa mereka? Memang, mereka bukanlah selebritas terkenal bak Manohara. Tapi, jauh di belahan lain mereka adalah para primadona yang ditunggu performance baik secara live atau pun video-nya. Bagi Sahabat yang belum terlalu faham, mereka adalah para penyanyi kelas hajatan, atau acara kemasyarakatan di kampung-kampung. Namun jangan kira, mereka justru menjadi penyanyi dangdut populer di YouTube. Tengok saja beberapa video mereka telah di view ratusan ribu kali. Sekedar contoh, video Mela Barbie yang berjudul “Mencari Mangsa” telah di view sekitar 282.685 (buktikan di sini). Lebih dari itu, banyak video mereka yang telah merangsek, merebut perhatian khalayak YouTube. Pertanyaannya, mengapa mereka menjadi begitu populer. Argumen pertama pasti karena mereka adalah penyanyi dangdut yang seksi, dan menjual goyangannya. Itu tak dapat dipungkiri. Masalahnya, mengapa mereka begitu populer di dunia maya padahal mereka berdiam entah di dunia antah berantah mana? Menurut Chris Anderson (2006), inilah fenomena Long Tail yang dibikin oleh kemajuan internet khususnya media-media web 2.0. Masyarakat terkena sindrom DIY (Do It Yourself). Alih-alih mengiba belas kasihan pada label rekaman, atau production house, mereka justru membikinnya sendiri. Berbekal handycam, atau kamera handphone, masyarakat kini menjadi produsen amatir yang justru membikin produk semakin berlimpah. Inilah kekuatan pertama Long Tail: Demokratisasi Sarana Produksi. Penampilan Mela Barbie dkk jelas tak akan disiarkan oleh stasiun TV mainstream. Bisa-bisa stasiun TV tersebut terkena pencekalan. Sebagian pencinta dangdut pasti terkena “dahaga” kronis akibat kekurangan sajian itu. Tapi, semenjak YouTube hadir, semua itu sedikit banyak terminimalisir. Banyak production house-production house (PH) amatir yang secara militan mendokumentasikan penampilan si biduan panggung tersebut. Dari hajatan ke hajatan, mereka selalu ada untuk memuaskan dahaga Anda akan musik Dangdut, karena dengan internet everyone can be a producers. Mela Barbie dkk, telah menjadi bukti luar biasanya Long Tail. Ia membikin segala hal menjadi tersedia. Inilah era dimana pilihan menjadi begitu tak terbatas. Semua kebutuhan Sahabat, saya yakin akan dapat terpenuhi. Sahabat butuh buku-buku lawas? Sahabat tinggal ubek-ubek saja Amazon.com. Sahabat butuh musik-musik lawas? Sahabat tinggal ubek-ubek iTunes. Atau sahabat butuh video-video dangdut koplo seperti Mela Barbie dkk? Sahabat tinggal ubek-ubek saja YouTube. Semuanya telah tersedia berkat internet. Kini, kelangkaan barang bukan lagi penghalang dalam mekanisme supply and demand. Kelangkaan justru beralih dari barang ke perhatian (attention). Ya, saking tak terbatasnya pilihan, maka yang langka justru perhatian untuk memilah pilihan-pilihan mana yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan kita. Hal tersebut pada awalnya menjadi kritik terhadap para pengusung Long Tail. Barry Shcwatz dalam Paradox of Choice (2006) misalnya, mengungkapkan bahwa pilihan berlebih justru bakal “melumpuhkan” masyarakat. Alih-alih mendapatkan apa yang dibutuhkan, masyarakat justru akan putus asa dan tidak jadi membeli. Namun, para pengusung Long Tail memberikan solusi bahwa pilihan tak terbatas mesti dipadankan dengan filter untuk menyaring berbagai pilihan tersebut agar sesuai dengan kita. Inilah yang dapat menjelaskan kenapa video-video amatir Mela Barbie dkk merebut banyak perhatian. YouTube jelas telah menerapkan mekanisme filter yang akurat. Mulai dari pencarian keyword hingga filter related videos ketika kita membuka salah satu video. Filter inilah yang kemudian membantu kita merambah dunia bawah tanah, laiknya dunia Mela Barbie dkk. Karenanya, jika banyak orang beranggapan Dangdut kini telah mulai menyentuh azalnya, Sahabat mesti memikirkan ulang. Internet dan mekanisme Long Tail-nya justru membikin itu tetap hidup dalam kerumunan yang khusus (niche). Mereka akan hidup dan terus hidup seiring tunggang-langgangnya zaman. Saya pun berani berkelakar: Dangdut takkan pernah mati, karena dangdut telah berevolusi menjadi Dangdut (versi) 2.0.! Source Pic: Mela Barbie @ Facebook. Lihat juga di Marketing Kami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline