Lihat ke Halaman Asli

Vera Verawati

Ordinary woman

Aksara Tanpa Warna

Diperbarui: 29 April 2024   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halaman Mesjid Agung Banten. (Dokumentasi Penulis)


Vera Verawati

Lagu-lagu terdengar mengambang, nadanya sumbang ditiupkan keresahan suara-suara kecil, namun memekakkan pendengaran.

Ada isak tertahan yang membuat dadanya menggelembung limbung. Remahan asa kembali dipunguti demi hati yang coba dikuatkan.

Genggam saja, harap yang mengerat dalam kepalan. Jangan lepaskan karena hanya itu satu-satunya alasan untuk terus melanjutkan.

Ke mana pergi mimpi merah muda, yang sempat meraja makna. Tidaklah luka sudah mulai tertata. Cobalah untuk sekali saja percaya, bahwa cinta dan setia itu nyata.

Lagu itu terhenti, pada notasi akhir yang ditutup setetes air mata. Tidak lagi berisi keluh kesah. Karena senyum menyiratkan bahagia yang bukan fatamorgana.

Warna bukan lagi simbol aksara- aksara duka. Biar tercecer tak lagi akan disesali. Hati telah genapkan keyakinan. Bertaut tak terpisahkan.

Sawah Lope, 27 April 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline