Cigugur salah satu kota sejuk di Kabupaten Kuningan memiliki sebuah tradisi kebudayaan yang masih lestari sampai hari ini. Seren Taun merupakan upacara adat yang diwariskan secara turun temurun, yang menyiratkan pesan tentang gotong royong dan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas kesuburan tanah dan hasil panen yang berlimpah.
Berbagai sajian dari hasil panen yang disuguhkan dalam berbagai bentuk penyajian merupakan symbol dari betapa suburnya tanah ini. serta upacara Nutu atau menumbuk padi secara bergiliran dalam waktu bersamaan merupakan ajakan gotong royong dalam menyelesaikan segala kesulitan yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat.
Sunda Wiwitan merupakan keyakinan (agama local) yang menjadi kelompok adat yang terus memelihara upacara adat Seren Taun ini bisa terus lestari. Upaya yang tidak mudah karena seringnya berbenturan baik dari internal maupun eksternal kelompok tersebut. Tetapi seiring waktu Seren Taun justru menjadi salah satu kebudayaan lokal yang mampu menyedot perhatian luas baik domestik maupun luar.
Indonesia merupakan negara yang mengakui lima agama. Islam, kristen, hindu, budha dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam konteks sosial masih banyak keyakinan-keyakinan lain yang merupakan agama local yang diturunkan leluhur bangsa ini. keberadaannya hingga saat ini masih mengambang karena tidak tercatat secara yuridis yang berlaku di Indonesia.
Dalam upacara Seren Taun terdapat berbagai symbol kebanggaan selain juga di dalamnya menghasilkan pemasukan secara ekonomi untuk penduduk setempat (Paseban Cigugur). Selain itu dengan datangnya para pemerhati kebudayaan dari berbagi propinsi dan beberapa negara sahabat menjadi prestasi penting untuk Pemerintah daerah setempat sebagai bentuk perlindungan pada masyarakat adat setempat dan pelestarian kebudayaannya.
Perjuangan para pembela HAM terus mengupayakan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat dan keyakinan yang dianutnya, namun kembali lagi seringnya berbenturan dengan pro dan kontra membuat proses tersebut menjadi alot dan belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Terlepas dari semua itu, keberagaman memang bukan untuk diseragamkan tetapi kebudayaan local patut untuk dilestarikan, karena kebudayaan local merupakan bagian dari peninggalan sejarah yang menjadi salah satu tonggak terpenting sebuah peradaban. (VR)
Kuningan, 12 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H