Lihat ke Halaman Asli

Jejak Langkah Sang Guru (Part 4 Mama Teman Terbaikku)

Diperbarui: 14 April 2021   07:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebagai anak bontot, aku lebih dekat dengan orang tua terutama mama. Kemana pun dia pergi aku ikut. Sebelum aku masuk sekolah, aku suka ke sawah sama mama. Tidak jarang mama menggendongku dengan kain gendongan di punggungnya.  

Jika kurasakan dan bayangkan, betapa beratnya mama menggendongku. Dipunggung anak dan tangan menenteng persiapan makan siang untuk di sawah. Hangatnya punggung mama masih terasa sampai sekarang. Mama memang wanita kuat dan berhati tenang. Tak ada keluhan yang terucap dimulutnya. Akulah saksi nyata atas segala kerendahan hati mama.

Sejak kecil, aku sudah biasa menemani mama kemana pun. Sampai-sampai mama ke WC umum di tengah malam, aku juga ikut terbangun dan menemaninya. Pokoknya dimana ada mama ada aku. Disetiap kegiatannya aku juga hadir, seperti mengajar di MDA.

Karena sering ke MDA, kelas satu SD aku sudah lancar baca Al Quran. Mama mengajar kelas IV. Sebagai guru kelas terakhir di MDA, mama hebat dibidang makhraj, tajwid, dan irama. Aku sering mendengar dan belajar dengan mama. Ini memudahkanku memahami ilmu-ilmu tajwid dan membuatku lebih cepat lancar mengaji.

Bagiku, mama teman terbaik. Teman yang selalu ada dalam segala keadaan. Saking dekatnya kami, setiap yang melihat mama sendirian, mereka menanyakan aku. Bagitu sebaliknya denganku. Teman-teman sering memanggilku anak mama. Tapi bukan berarti anak mama itu anak manja. Hehehe...

Wajah kami juga mirip. Nene-nenek di mesjid sering bilang aku "Ruaida (nama mamaku) Kecil". Mereka sangat berharap aku tumbuh besar seperti mama. Pintar ngaji, berjiwa sosial, rendah hati, dan banyak lagi yang dapatku contoh dari teman terbaikku ini. Mereka juga sering bilang, apabila nanti mama meninggal mereka akan bisa melihat ada sosok mama pada diriku.

Selain teman, mama juga guru terbaikku. Meskipun mama bukan guru tapi dia juga pintar seperti guru sekolahku. Kalau menggambar mama sangat pandai. Torehan pensilnya di buku gambar menghanyutkanku dalam lamunan. Dia menggambar sambil bercerita. Begitu cerita selesai, gambar mama terbentuk dengan indah. Dia juga bisa menjahit, merenda, dan bernyanyi. Pokoknya, mamaku orang yang smart.

Tulisannya sangat indah. Sampai sekarang tulisannya tidak kalah dari keindahan tulisan anak masa kini. Tulisan tegak bersambung, bentuk halus kasarnya sungguh rapi dan membuatku iri.

Menurut ceritanya, dulu semasa SD mama masih menggunakan batu untuk menulis. Kalau belajar tulisan tegak bersambung maka mama harus membuat garis tiga dan itu sudah  disiapkannya dari rumah. Dia bisa membuat tulisan yang indah dan setelah pembelajaran usai, maka tulisan itu akan dihapus.

Jadi, saat itu belajar harus tuntas karena tidak bisa seperti sekarang. Ketika kita akan mempelajari kembali, ada catatan yang akan kita baca dan pelajari kembali, sedangkan dulu mama hanya punya satu batu sebagai ganti buku. Dan gtidak bisa lagi melihat materi yang diajarkan karena sudah dihapus. Oleh sebab itu, mama harus berkonsentrasi dalam belajar dan dapat menyimpan ilmu sebaik-baiknya dalam ingatan.

Begitu juga belajar matematika. Harus paham dan pandai dulu dalam belajar materi matematika, setelah itu dihapus lagi. Cara belajar ini sangat membekas dan melekat ilmunya sampai sekarang. Mama bisa berhitung cepat tanpa menggunakan kalkulator.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline