Perawat merupakan tenaga yang professional mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien memenuhi kebutuhan dasar yang holistic.
Seperti disebutkan perawat itu sebagai ibu rumah tangga, "Ibu rumah tangga yang selama 24 jam di ruang perawatan, sementara dokter, ahli gizi dan lainnya adalah tamu yang hanya sebentar di sisi pasien," (Ariani, 2017).
Maka peran perawatlah yang berapaspasan langsung dengan pasien akan sangat memungkinkan pasien untuk menilai kualitas pelayanan di rumah sakit tersebut. Perawat dalam mengimplimentasikan proses keperawatan, utamannya yaitu dengan menggunakan cara berkomunikasi.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ghiyasvandian, Zakerimoghadam, dan Peyravi (2015) dalam jurnal (Arumsari, D.dkk. (2016), di Iran menyatakan bahwa perawat merupakan inti dalam komunikasi dan memainkan peranan penting dalam memfasilitasi komunikasi yang profesional, hal ini dikarenakan perawat merupakan jembatan penghubung antara pasien dan keluarga dengan tenaga kesehatan profesional lainnya.
Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan menigkatkancitra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Nugroho & Aryati, 2013).
Selain itu keterampilan berkomunikasi juga dapat memudahkan dalam berkolaborasi dengan profesi lain. Sehingga ketrampilan berkomunikasi menjadi dasar penting yang harus di kuasai bagi seorang perawat.
Pada kenyataanya, mennurut beberapa jurnal , rata-rata hasil data yang didapatkan dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukan 67% pasien mengeluh adanya ketidakpuasan dalam penerimaan pelayanan kesehatan, terutama dalam hal komunikasi.
Tingkat kepuasan pasien dinilai dari setiap tahap komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh seorang perawat yaitu fase pra-interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Berdasarkan dari hasil kuesioner RSUD dr. Rasidin didapatkan data bahwa pada saat perawat masuk ke ruangan tidak tersenyum kepada pasien sebanyak 52,5%.
Sebanyak 54,6% pasien mengatakan perawat tidak pernah menyebutkan tujuan sebelum melakukan tindakan terlebih dahulu. Hasilnya kuisioner sebanyak 53,9% pasien mengatakan bahwa perawat tidak pernah mengingatkan untuk meminum obat (Transyah, C. H., & Toni, J. 2018).
Permasalahan mendasar adalah perawat tidak menerapkan secara maksimal prinsip-prinsip profesionlisme dan juga kode etik keperawatan. American Association of Colleges of Nursing (AACN) telah menyusun tujuh nilai esensial yang menjadi nilai profesional tenaga kesehatan profesi ners dalam melakukan asuhan keperawatan. Ketujuh nilai tersebut adaah altruisme, persamaan, estetika, kebebasan, martabat manusia, keadilan, dan kebenaran.
Nilai tersebut mempengaruhi cara tenaga kesehatan profesi ners dalam berinteraksi dengan pasien dan menggunakan dirinya sebagai theraupetic use of self. Selain itu, nilai-nilai tersebut membangun bingkai idealisasi terhadap sosok perawat berdasar Potter & Perry dalam (Hartiti, T. 2018).