Lihat ke Halaman Asli

16 Juta PRT Rentan Kekerasan, Diskriminasi dan Eksploitasi

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

YOGYAKARTA - Sekitar 100 juta Pekerja Rumah Tangga (PRT) di seluruh dunia yang mayoritas adalah perempuan dan sebagian berusia anak-anak, sekitar 16 juta diantaranya dari Indonesia terdiri 10 juta PRT domestik yang bekerja di Indonesia dan sekitar 6 juta PRT Migran. Mereka tetap rentan mengalami kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi dalam pekerjaannya. Hal ini disebabkan masih adanya kekosongan hukum yang melindungi PRT baik di tingkat nasional dan lokal.
Demikian yang mengemuka dalam seminar dan lokakarya ‘Sosialisasi Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT)’ yang diselenggarakan Kemenakertrans dan Pusat Kajian Perlindungan Sosial dan Kerja Layak (SECURE) Fisipol UGM. Hadir sebagai narasumber, Sekretaris Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jamsos Kemenakertans, Iskandar Maula, SH, MM, Peneliti PRT dari Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PsdK), Fisipol UGM, Milda Longgeita, S.Sos, M.A., dan Koordinator Jaringan Perlindungan PRT, Sri Murtini.
Milda Longgeita mengatakan kerja layak bagi PRT hanya bisa dimunculkan ketika ranah domestik dibawa ke ranah publik, karena rasionalitas komunikatif bekerja efektif justru berada di ranah publik . Apabila PRT masih di wilayah kerja Domestik, memiliki karakter privasi yang tinggi, tidak bisa diintervensi oleh pihak eksternal, tertutup, dan bersifat eksklusif. Akibatnya, PRT rentan akan kekerasan, eksploitasi, bahkan kematian. “Kasus yang sering dialami oleh PRT adalah kekerasan psikis dan verbal, pelecehan seksual, penyiksaan PRT karena dianggap tidak berhasil dalam kerjanya akibat kurang berpendidikan dan tidak punya self-improvement, trafficking, ikatan utang pada majikan, eksploitasi (anak),” katanya.
Oleh karena itu, kerja layak bagi PRT disepakati di ruang publik melalui proses yang melibatkan berbagai pihak melalui PRT, majikan, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. “PRT harusnya mendapatkan Haknya di tempat kerja, melakukan dialog sosial, keamanan dan kenyamanan sosial dan pekerjaan,” katanya.
Iskandar Maulamenuturkan konteks pekerja rumah tangga atau PRT, diperlukan pencermatan berupa kajian dan telaah atas penerapan prinsip-prinsip fundamental dan hak-hak di tempat kerja, yaitu Kebebasan berserikat dan pengakuanatas hak untuk berunding bersama, Penghapusan segala bentuk kerja paksa, Penghapusan pekerja anak , danPenghapusan diskriminasi dalampekerjaan dan jabatan.
Kajian sangat diperlukan untuk melihat sejauhmana “gap” yang ada antara pekerja di perusahaan/industri dan pekerja di rumah tangga. Untuk menjadi perhatian bersama bahwa, setiap tahun pada forum Konferensi Ketenagakerjaan Internasional (ILC) dievaluasi berbagai kasus pelanggaran para Anggota terhadap Konvensi,” tuturnya.
Dia menambahkan, untuk meningkatkan kompetensi dan pengetahuan PRT juga perlu dilakukan penyediaan pendidikan dan pelatihan bagi PRT berusia 15-18 tahun. Menurutnya, pelatihan bagi PRT, Jabatan PRT akan menjadi suatu profesi, dan norma profesi salah satunya adalah kompetensi kerja. Perlu pencermatan lebih lanjut untuk mengatur sistim pelatihan dan sertifikasinya,” katanya
Sedangkan Sri Murtini berpendapat, perlu dilakukan sosialisasi lebih intensif di kalangan PRT tentang pentingnya berorganisasi untuk memperkuat posisi sebagai pekerja. Namun yang tidak kalah pentingadalah upaya untuk dapat membangun kondisi kerja yang saling menguntungkan baik bagi PRT maupun pengguna jasa.“Untuk kegiatan pengorganisasian selalu kami lakukan. Dengan segala kendala yang kami hadapi, baik oleh majikan yang masih banyak melihat sebelah mata maupun dengan kecurigaan kegiatan organisasi kami, maupun kendala dari PRT sendiri yang belum bisa melihat kemanfaatan dari berorganisasi,” katanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline