Lihat ke Halaman Asli

Pengamat: Petani Sudah Tidak Lagi Berdaulat

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

YOGYAKARTA - Petani dimata para pengamat sudah tidak lagi memiliki kedaulatan dan kemandirian dalam penyediaan pangan, bahkan mereka mengalami kemiskinan secara sistematis dari dampak kebijakan pembangunan sektor pertanian. Seiring peningkatan biaya produksi pertanian yang tidak bisa diimbangi dengan hasil pendapatan yang mereka peroleh. "Kini, benih, pupuk dan pengolahan tanah justru menambah besarnya biaya produksi. Padahal dari waktu ke hari harganya semakin meningkat," kata Guru besar Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM Prof. Dr. Susetiawan dalam diskusi seminar bulanan di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM, Kamis sore (20/10).

Susetiawan menuturkan, kini para petani sudah tidak mengajarkan bertani bagi generasi berikutnya, sebab bertani bagi mereka tidak lagi mendapatkan imbalan sepadan dengan kenaikan harga barang kebutuhan lain yang harus dibeli dnegan uang. "Pemuda pedesaan kini memandang kehidupan pertanian tanpa prospek masa depan yang cerah," katanya.

Karena kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya, menurut Susetiawan, beberapa petani rela menjual tanahnya untuk memasukkan anak cucunya menjadi tentara, polisi atau pegawai negeri dengan cara bayar. "Petani yang tanahnya sempit sekitar 0,25 hektar biasanya menanam padi bukan untuk dijual, tetapi untuk memenuhi kebutuhan pangan," ujarnya
Disamping itu, pendidikan pertanian juga dinilai Susetiawan sudah tidak lagi membangunkan kebangkitan pertanian sebagai penyedia tanaman pangan di masa depan. Bahkan pendidikan formal tidak berorientasi pada perkembangan pertanian. Sementara di pihak pemerintah, kegagalan pembangunan pertanian bukan semata-mata kegagalan satu kementerian saja tetapi beberapa kementerian terkait yang tak pernah melakukan kerja koordinatif. "Kegagalan pembangunan pertanian secara otomatis mendorong kegagalan pendidikan pertanian baik dilakukan secara formal maupun kemasyrakatan akibat perilaku sosial para pemuda desa terasingkan dari dunia kehidupan mereka sehari-hari," pungkasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline