Lihat ke Halaman Asli

Ketika Tempat Wisata Terlalu Ramai, Kadang Tak Seru Lagi

Diperbarui: 16 Januari 2019   00:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: instagram.com/pasarpapringan

Wisata alam akhir-akhir ini lebih digandrungi masyarakat, terutama para generasi milenial yang memburu momen instagrammable. Daerah-daerah yang memiliki potensi keindahan alam pun, banyak yang memanfaatkannya menjadi objek wisata.

Selain menambah pendapatan daerah, edukasi, dan melestarikan alam, juga membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar dengan menjajakan dagangan mulai dari makanan, minuman, hingga kerajinan tangan.

Ketika objek wisata baru saja dibuka, maka promosi tentu akan begitu gencar. Sehingga para traveller kadang lebih tergiur mengunjungi tempat yang belum terjamah banyak orang.

Namun semakin terkenal objek wisata, semakin ramai pengunjung, maka pengelola tempat tersebut juga harus siap jika suatu hari akan bekerja ekstra. Hal ini saya alami ketika mengunjungi Pasar Papringan di Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.

Tak usah ditanya lagi, sudah banyak orang yang mengetahui bahwa Pasar Papringan adalah objek wisata menarik yang memanfaatkan hutan bambu disulap menjadi pasar.

Pasar ini pun menjunjung kearifan lokal dengan menjajakan dagangan dari masyarakat sekitar berupa makanan tradisional, kerajinan tangan, dan hasil pertanian maupun peternakan. Selain itu, mata uang untuk jual beli di pasar ini menggunakan pring (bambu), bukan uang rupiah seperti yang biasa kita gunakan.

uang pring (sumber: dok. pribadi)

Keunikan Pasar Papringan ini -- apalagi tempatnya di lereng Gunung Sumbing dan Sindoro, menyebabkan pengunjung penasaran. Belum lagi tempat ini hanya dibuka tiap Minggu Wage dan Minggu Pon. Semakin berjalannya waktu, Pasar Papringan mulai sangat ramai.

Bayangkan, yang awalnya buka jam 6 pagi dan tutup jam 12 siang, kini bisa jam 9 sudah nyaris tidak ada apa-apa. Alasannya, barang dagangan sudah habis-habisan. 

Ya, pengunjung tiba-tiba membludak tidak karuan. Tempat parkir yang memanfaatkan lapangan, lahan kosong, maupun halaman rumah warga itu pun sudah dipenuhi mobil-mobil dan motor yang sebagian besar berplat nomor luar kota.

Tak heran juga jika jalanan kampung dengan hamparan sawah di kanan kirinya juga ikut menjadi lahan parkir. Bahkan, jalanan aspal -- meski bukan jalan utama -  pun macet panjang.

Jangan berharap mudah untuk menerobos meski naik sepeda motor. Saya waktu itu datang pukul 08.00 pagi saja jalan sudah penuh. Ruas kiri dipenuhi mobil dan motor, sementara ruas kanan ikut memadat oleh pengunjung yang tak sabar ingin saling mendahului.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline