Lihat ke Halaman Asli

Venusgazer EP

TERVERIFIKASI

Just an ordinary freelancer

[Imlek Komed] Mengintip Perayaan Imlek Masyarakat Tionghoa Bangsal Stabat

Diperbarui: 8 Februari 2019   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

semarak imlek di Bangsal Stabat (dok.pri)

Mei tiao da jie xiao xiang..Mei ge ren di zui li..
Jian mian di yi ju hua..Jiu shi gong xi gong xi..
Gong xi gong xi gong xi ni ya..
Gong xi gong xi gong xi ni..

Tiga wanita paruh baya dengan dengan busana merah-merah tampak begitu semangat menyanyikan lagu 'wajib' imlek itu. Lagu mandarin berirama rancak itu mampu membuat kami semua larut dalam kemeriahan imlek. Tidak perlu tahu arti lirik dalam lagu berjudul "Gong xi Gong xi" untuk bisa merasakan sukacita malam imlek masyarakat Tionghoa.

Sebelum acara utama yaitu karaokean, panitia menggelar acara bagi ibu-ibu dan anak-anak berupa permainan dan lucky draw yang dimasukan ke dalam balon. Nilai dan besarnya hadiah bukan hal yang utama bagi mereka. Melainkan kebersamaan dan kegembiraan tahun baru.

Acara karaoke sepertinya sudah menjadi acara wajib bagi masyarakat di perkampungan Tionghoa di kota Stabat Kabupaten Langkat, yang dikenal dengan sebutan 'Bangsal'. Konon katanya rumah-rumah di sana dulu mirip bangsal-bangsal. Sampai saat ini pun masih tersisa rumah-rumah kayu model lama di situ.

Imlek di perkampungan yang dihuni sekitar 250 KK  ini betul-betul terasa atmosfer imleknya. Setiap rumah ramai berhiaskan lampion dan pernak-pernik budaya Tionghoa. Semakin nyata semaraknya saat malam hari dengan lampu yang berkerlap-kerlip. Serasa sedang berada di sebuah desa di Tiongkok sana!

Mendekati pukul 8 malam bangku-bangku di depan panggung mulai terisi penuh. Para tokoh-tokoh masyarakat Tionghoa setempat duduk dibarisan depan bersama beberapa tamu undangan. Saya yang hadir bersama Sugianto Makmur, Caleg DPRD Sumut Dapil 12 Binjai-Langkat dari Partai PDI-Perjungan bergabung bersama mereka.

Akong dan Ama pun tidak mau ketinggalan (dok.pri)

Pengisi acara silih berganti naik ke atas panggung berukuran 3 x 4 meter yang dilengkapi monitor dibawahnya. Paling menarik ketika sepasang kakek-nenek naik ke atas panggung menyanyikan beberapa lagu mandarin dengan penuh semangat. Beberapa penonton naik ke atas panggung untuk nyawer angpaw. Di  sini, jika ingin dapat angpaw  cukup bermodal keberanian saja. Naik ke atas panggung dan bernyanyi beberapa lagu. Lagu berbahasa Indonesia juga boleh.

Angpaw bagi pengisi acara (dok.pri)

(dok.pri)

Piring-piring berisi panganan  kecil serta air minum dalam kemasan dihidangkan. Dua botol anggur hitam dan putih produk rumahan diletakan di meja kami. Tidak ketinggalan dengan "tambul" berupa daging biawak goreng dan potongan babi panggang. Saya minum secukupnya saja karena saya masih harus bawa kendaraan pulang ke Medan.

Bersama tokoh masyarakat dan tamu undangan (dok.pri)

Saya melihat bahwa acara ini bukan sekedar acara hiburan semata. Pastinya lewat acara ini semakin menguatkan rasa persaudaraan sesama warga Tionghoa. Bagi yang baru mudik, acara ini menjadi ajang temu kangen dengan teman lama.

Harapan untuk Imlek boleh dibilang sama setiap tahunnya.Yaitu harapan bagi kemakmuran, kesuksesan, kesehatan, dan umur panjang. Imlek bukan sekedar jeruk dan angpaw semata. Tetapi Imlek harus menjadi sarana penguat ikatan sesama orang Tionghoa.

Tradisi perayaan Imlek dan tradisi-tradisi lainnya harus tetap dijaga. Ada kekawatiran bahwa tradisi yang dimiliki oleh orang-orang Tionghoa semakin lama semakin terkikis oleh kemajuan jaman. Padahal lewat tradisilah identitas sebagai orang Tionghoa itu nyata adanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline