Lihat ke Halaman Asli

Venusgazer EP

TERVERIFIKASI

Just an ordinary freelancer

Air Mata Lee Chong Wei, Sang Raja Tanpa Mahkota

Diperbarui: 21 Agustus 2016   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lee Chong Wei (nbcolympics.com)

Asa Lee Chong Weii untuk meraih medali emas Olimpiade pupus setelah menyerah 2 set langsung 18-21 dan 18-21 dari Cheng Long (CHN) . Pil pahit yang membuyarkan impian seluruh rakyat Malaysia. Saat penyerahan medali menjadi momen yang sangat menyedihkan bagi Lee Chong Wei.

Kesedihan mendalam Chong Wei

Saya termasuk orang yang sedih dengan kegagalan Chong Wei. Walau Chong Wei bukan atlet Indonesia, namun sejauh ini hanya Chong Wei yang bener-benar memikat permainannya. Peringkat 1 dunia itu seharusnya layak untuk mendapatkan pencapaian tertinggi sebagai seorang atlet Badminton.

Lee Chong Wei adalah raja dari semua pemain tunggal putra dalam satu dekade ini. Entah beberapa banyak juara Super Series yang sudah ia capai. Namun sayangnya dia selalu gagal dalam event besar seperti Kejuaraan Dunia, Asian Games dan Olimpiade. Ini seperti sebuah sindrom atau boleh dikatakan kutukan bagi Chong Wei dalam perjalanan karirnya

Apa yang kurang dari Chong Wei? Pemain Badminton yang mempunyai pukulan yang lengkap. Sangat bagus dalam bertahan maupun menyerang. Dialah si empunya “King Smash” yang hanya dimiliki oleh legenda Badminton Liem Swie King. Hanya Lin Dan, sang rival abadinya saja yang mampu mengimbangi kekuatan Chong Wei.

Sebagai informasi, Chong Wei  tiga kali meraih posisi runner up Kejuaraan Dunia. Sekali runner up Asian Games. Kegagalan di Rio 2016 adalah kegagalannya yang ketiga kalinya.

Bagaimanapun Chong Wei adalah idola dan panutan pemain Badminton lain pada era-nya. Fisiknya prima dan kaki-kakinya selalu lincah menguasai area lapangan. Membuat lawan-lawan bingung mencari strategi terbaik untuk mengalahkannya.

Mungkin hanya faktor usia saja yang membuat Chong Wei takluk di final Olimpiade. Staminanya tergerus ketika habis-habisan melawan Lin Dan di partai semifinal. Lawannya, Cheng Long, yang berusia 27 tahun itu memang berada pada usia emas seorang atlet.

Lee Chong Wei sempat tersandung kasus doping dan terlempar ke peringkat 180 dunia tidak membuatnya menyerah. Setelah dinyatakan clear, ia berjuang kembali dengan mengikuti turnamen-turnamen hingga akhirnya kembali menjadi nomor satu dunia menggeser Cheng Long. Tiket ke Olimpiade Rio pun di tangan. Sebuah perjuangan yang patut diapresiasi oleh atlet manapun.

Banyak pemain tunggal putra meredup setelah menikah dan mempunyai anak. Tetapi tidak dengan Chong Wei. Bapak 2 anak ini tetap tidak terbendung di sektor tunggal putra. Maka tidak salah jika Pemerintah Malaysia menganugerahi gelar “Datuk” kepada Chong Wei sebagai penghargaan tertinggi atas jasa mengharumkan nama Malaysia di Olimpiade Beijing 2008.

Semua orang pasti paham betapa kecewa dan terlukanya Chong Wei kembali merasakan kegagalan. Kekalahan dari Cheng Long menjadi begitu pahit karena pertandingan final tersebut bisa menjadi laga terakhirnya di Olimpiade. Empat tahun lagi ia sudah berusia 37 tahun, untuk lolos ke Olimpiade saja mungkin sangat kecil kemungkinannya.

Walau gagal meraih medali, Chong Wei pantas menjadi One of the Greatest. Salah satu pemain terbesar sepanjang sejarah Badminton dunia. Jika PM Nadjib mengatakan bahwa ia begitu bangga terhadap Chong Wei. Pecinta Badminton di seluruh dunia tentu akan mengatakan demikian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline