Maaf, artikel ini tidak hendak merusak euphoria atas raihan emas Olimpiade Rio 2016. Sudah layak dan sepantasnya apresiasi diberikan kepada Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir. Semangat luar perjuangan mereka seharusnya dihargai lebih dari uang 5 milyar rupiah.
Cabang Badminton sukses mengembalikan tradisi medali emas Olimpiade. Menyelamatkan marwah Indonesia sebagai salah satu negara besar di muka bumi ini. Apa jadinya jika Indonesia gagal, kalah dengan Thailand atau negara kecil seperti Singapura?
Suka atau tidak suka harus diakui olahraga kita seperti jalan di tempat. Itu ungkapan yang lebih halus daripada dibilang mundur. Indonesia pernah merajai Badminton dunia. Indonesia selalu menjadi juara umum walau hanya setingkat SEA Games. Tetapi bagaimana wajah olahraga kita saat ini?
Sekedar mengingat kembali kenangan ketika trio pepanah Indonesia, Nurfitriana, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani meraih medali perak Cabang Panahan Olimpiade Seoul 1988. Pemerintah dan pihak-pihak yang mengurusi persoalan olahraga di Indonesia sama-sama berpikir bahwa Indonesia harus focus pada cabang olahraga terukur seperti panahan.
Pemikiran ini tentu saja diambil karena sepertinya sulit bagi kita untuk bersaing pada cabang olahraga yang sangat mengandalkan kekuatan fisik dan postur tubuh. Sembari menunggu Badminton, cabang andalan, secara resmi diperlombakan di Olimpiade.
Bertahun-tahun Indonesia dan IBF (sekarang BWF) berjuangan agar Badminton bisa masuk Olimpiade. Hasilnya untuk pertama kali Badminton dipertandingkan pada Olimpiade Barcelona 1992. Di Barcelona Indonesia cukup sukses dengan 2 medali emas dari Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma. Total ada 5 medali dipersembahkan kontingen Indonesia yang semuanya berasal dari Badminton.
Lalu sejak tahun 2000 Angkat Besi secara rutin mengisi pundi-pundi medali Indonesia. Bahkan pada Olimpiade London 2012, Angkat Besi hadir menjadi penyelamat. di Olimpiade Rio Angkat Besi menyumbang 2 medali perak. Kita patut berterima kasih kepada Sri Wahyuni dan Eko Yuli dan juga layak untuk diarak.
Sebenarnya apa yang sudah dilakukan pemerintah terhadap dunia olahraga kita? Apa kerja KONI-KOI sejak tahun 1988 hingga sekarang? Apakah Perpani (Persatuan Panahan Indonesia) mampu melahirkan atlet-atlet peraih emas lagi?
Bagaimana dengan PBSI? Organisasi ini sudah menjadi organisasi yang minim prestasi. Coba sebut kapan Indonesia meraih Piala Thomas, Uber atau Sudirman? Tapi harus diakui kondisinya masih lebih baik daripada PSSI.
Olimpiade Rio melahirkan Carolina Marin sebagai juara tunggal putri. Atlet ini bukan dari China atau Korea, dia dari Spanyol. Negara yang sama sekali tidak punya akar olahraga Badminton. Bahkan Marin pernah menimba ilmu di Indonesia. Begitu pula lawannya di final, Pusarla V. Sindhu, peraih perak ini berasal dari India. Negara yang Badmintonnya sempat redup setelah pensiunnya Prakash Padukone.
Sebagai catatan, Malaysia menempatkan 3 wakil mereka di babak final Badminton Olimpiade Rio. Walau gagal mendulang emas tapi itu pencapaian yang sangat luar biasa.