Lebaran hampir tiba. Bagi yang sudah menerima THR tentu saja melegakan. Bisa ngajak keluarga ke mall buat beli baju baru, mumpung lagi banyak diskon. Sebagian lagi tentu diperuntukan untuk bikin ketupat serta opor atau rendang. Bagi yang THR-nya gede seperti bisasa bakal menggelar open house.
Seorang kawan sedang beruntung tahun ini. Barusan dapat bonus tahunan dari perusahaan, eh nggak lama kemudian dapat THR lagi. Pantes saja dalam beberapa hari ini dia sibuk mempercantik rumah dengan renovasi sana sini plus beli perabot dan perangkat elektronik baru. Alasan biar ganti suasana gitu.
Ya yang gajinya besar dapat THR besar. Sedangkan yang gajinya hanya standar atau malah dibawah UMR tentu saja dapat THR kecil. Bentuk keadilan yang kadang-kadang memang tidak adil. Tapi ya harus juga bersyukur karena dapat THR. Banyak juga yang nggak dapat.
Tapi inilah Indonesia, yang namanya sifat kekeluargaan dan gotong royong itu masih ada. Biasanya sekelompok karyawan perusahaan yang tidak merayakan lebaran mengumpulkan uang. Sebagian uang tersebut dibelikan sembako. THR dan sembako akan diberikan kepada karyawan rendahan maupun para office boy (OB) yang statusnya outsourcing.
Di lingkungan tempat tinggal, tukang angkut sampah di kompleks pun tidak akan dilupakan. Beberapa hari menjelang lebaran sembago, sirup, kue kaleng, dan THR sudah mereka terima dari penghuni kompleks. Jika ada 10 KK yang memberi apa tidak lumayan?
Mereka orang-orang kecil yang sangat membantu pekerjaan sehati-hari itu‘wajib’ dibahagiakan dalam merayakan Lebaran. Hanya itu tujuannya bukan yang lain. Bukankah kebahagiaan mereka adalah kebahagian kita juga. Lebaran itu hari yang sangat special bagi mereka. Sama seperti kita merayakan Natal atau Imlek.
Ini tidak cuma dilihat dari sisi kemanusiaan semata. Tetapi dari sisi budaya dan sosiologi bangsa ini, lebaran punya makna yang special bagi masyarakat Indonensia apapun agama dan kepercayaannya. Sebuah kearifan bangsa ini yang sudah berakar sejak dulu.
Sebagian orang mungkin masih menyekat diri dengan batas-batas SARA. . Mereka yangsuka melabeli orang dengan isu-isu SARA. Begitu bencinya dengan kelompok lain yang berbeda, hingga dengan enteng mengatai yang lain dengan sebutan ‘kapir’ atau ‘aseng’.Tetapi itu biarkan saja karena pada kenyataannya sebagian besar lagi berani untuk tidak melihat apa agamaku dan apa agamamu.
Balik ke THR, jadi nggak usah nunggu jadi boss dulu buat ngasih THR. Nggak usah harus punya karyawan dulu baru nyiapkan THR. Satu hal lagi, nggak usah takut bakal diicap kristenisasi karena hanya memberi THR dan sembago. Bener ‘gak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H