Lihat ke Halaman Asli

Venusgazer EP

TERVERIFIKASI

Just an ordinary freelancer

Beda Nasib Pemberitaan Media terhadap Siyono dan Salim Kancil

Diperbarui: 5 April 2016   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Istri alm Siyono mencari keadilan bagi suaminya. Sumber: Merdeka.com"][/caption]Kematian Siyono, terduga teroris, yang ditangkap Densus masih menjadi misteri. Siyono yang diciduk 10 Maret silam dalam keadaan sehat ternyata kembali ke rumah tinggal nama. Tidak banyak informasi sebab musabab kematian Siyono karena tidak dilakukan autopsi. Isu yang beredar Siyono melakukan perlawanan terhadap Densus 88.

Sedangkan Salim Kancil sendiri tewas dikeroyok. Petani sekaligus aktivis itu meninggal dengan cara yang sangat mengerikan di tangan orang-orang yang berkepentingan dengan tambang pasir di Lumajang, Jawa Timur.

Baik Siyono maupun Salim Kancil sama-sama rakyat kecil. Mereka berdua korban dari sebuah tragedi kemanusiaan. Satu saja yang membedakan keduanya yaitu respon media. Kita masih ingat tentunya beberapa saat setelah tragedi Lumajang terungkap selama berhari-hari media full mengekspos kasus tersebut. Bahkan televisi sibuk turun ke lapangan dan terus update dengan mengupas dari segala sisi.

Sedangkan kasus Siyono hanya mendapat porsi yang kecil dari media. Media lebih mencari berita yang lebih seksi seperti soal Ahok, Sanusi, atau yang terbaru mengenai Fahri Hamzah. Media cetak maupun elektronik bisa mengupas mereka itu selama berhari-hari.

Tidak seperti kasus-kasus lain dimana banyak LSM-LSM berlomba-lomba unjuk diri di media atau pengacara-pengacara kondang yang ngakunya sukarela membantu seperti kasus Angeline, misalnya.

Ditengah nihilnya pemberitaan dan perhatian, beruntung Muhammadiyah berani menunjukan kepeduliannya. Muhammadiyah ‘berani’ memberikan advokasi kepada keluargaa Siyono. Terlihat simple tapi ini sesuatu yang luar biasa.

Kembali pada media, mengapa media terkesan pelit? Nyata-nyata media memang seperti alergi untuk ikut membantu mengungkap kasus SIyono. Media sebagai gerbang informasi masyarakat seolah enggan berbasah-basah. Padahal kasus Siyono terindikasi terjadi pelanggaran HAM.

Media kadang kala memang sungkan jika harus berurusan dengan institusi Polri khususnya Densus 88. Media seolah terperangkap pada stigma dimana orang yang ditangkap oleh Densus 88 itu sudah pasti teroris. Jangankan media, masyarakat kita sendiri punya pandangan yang sama. Padahal itu benar tidaknya harus dibuktikan di pengadilan.

Apalagi seperti yang kita lihat di televisi penampilan istri mendiang Siyono yang tertutup begitu. Melihat wanita yang hanya terlihat matanya saja bisa membuat orang langsung men-judge ia adalah istri dari pria golongan Islam garis keras. Jadi dianggap Siyono memang berafiliasi pada kelompok terror tertentu.

Kapolri Badrodin Haiti sudah menyatakan bahwa Siyono adalah orang penting di Jamaah Islamiyah (JI). Tapi apakah cukup begitu? Polisi harus mencari bukti untuk menjerat Siyono agar nantinya Siyono bisa dihukum oleh pengadilan. Tapi apakah harus dengan cara menjemput dan mengembalikannya tanpa nyawa?

Apa yang dirasakan oleh istri dan anak Siyono sudah pasti sama dengan keluarga-keluarga korban pelanggaran HAM. Sudah tentu menyedihkan dan juga menyakitkan kehilangan orang yang dicintai. Cuma berharap semoga semuanya terungkap dan mereka yang bersalah harus bertanggungjawab.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline