Lihat ke Halaman Asli

Venusgazer EP

TERVERIFIKASI

Just an ordinary freelancer

Antara Taman Pendidikan Al-Quran dan Sekolah Minggu

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu Ela, teman main putri saya, berdandan rapi memakai busana muslim. Tangannya menggenggam buku tipis. Rupanya hari itu adalah hari pertamanya datang ke Taman Pendidikan Al-Quran. Ela terlihat begitu excited diantar ibunya berjalan kaki.

TPA yang tidak jauh dari rumah itu memang ramai dengan anak-anak di waktu sore. Pemandangan hampir serupa juga bisa dilihat di salah satu Masjid di kelurahan kami. Hanya saja tidak hanya anak-anak usia sekolah dasar saja, mereka yang remaja juga banyak. Mereka biasanya pulang bersama-sama ke rumah selepas Magrib.

Di kelurahan kami, selain berdiri beberapa Masjid, juga banyak gereja. Jumlahnya mungkin lebih dari 5 gereja. Bersyukur sekali selama tinggal di sini tidak pernah ada gesekan antar pemeluk agama. Sesuai sekali dengan nama kelurahan kami yaitu Kelurahan Cinta Damai.

Hari minggu pagi, jalan akan ramai dengan anak-anak yang berangkat ke gereja sambil membawa Alkitab.  Ada juga satu-dua yang diantar orangtuanya dengan sepeda motor. Sudah pasti mereka akan mengikuti kebaktian anak dan juga sekolah minggu.

Dari perbincangan saya dengan orangtua Ela beberapa waktu lalu terungkap bahwa tujuan menyekolahkan Ela ke TPA agar ia bisa belajar mengaji sekaligus mengenal agamanya. Disamping itu orangtua Ela menginginkan anaknya juga kumpul dengan yang seiman agar bisa semangat dalam mengenal agama.

Mungkin tidak jauh juga alasan para orangtua yang mendorong atau memaksa anaknya untuk ikut sekolah minggu. Saya pribadi suka timbul rasa salut terhadap anak-anak yang sering saya jumpai di hari minggu pagi itu. Hari minggu, hari libur sekolah rasanya lebih nyaman untuk bangun siang. Saya bisa menebak mereka yang berjalan kaki ke gereja bukan dari keluarga yang berada. Dari pakaian dan penampilannya bisa kita duga. Kadang baju yang dipakai itu-itu saja. Ada juga satu-dua anak yang sering saya jumpai memulung sesuai sekolah. Di lingkungan tempat tinggal saya, banyak keluarga yang hidupnya berjualan sayur di pasar. Beberapa bapak ada yang berprofesi sebagai sopir angkot. Dan banyak wanita juga yang menjadi pekerja di beberapa pabrik roti di kelurahan kami ini. Mereka tinggal rumah-rumah kontrakan kecil yang biasanya hanya memiliki satu kamar.

Kesadaran orangtua untuk mengirimkan anaknya ke TPA ataupun mendorong anak-anak untuk aktif dalam perkumpulan remaja masjid (RISMA) patut diapresiasi. Orangtua masih menganggap perlu dan penting bahwa anak-anak mengenal agama sejak dini.

Begitu pula dengan mereka yang beragama kristen. Sekolah minggu sudah menjadi budaya wajib yang harus diikuti oleh anak-anak. Walaupun di sekolah mereka sudah mendapatkan pelajaran agama kristen namun sekolah minggu adalah sesuatu yang berbeda.

Saya mengamati bahwa sekolah minggu itu sepertinya sudah menjadi kebiasaan turun temurun. Semua itu berangkat dari kultur sebagian masyarakat Batak dan Karo yang dekat dengan agama kristen. Saya katakan sebagian karena orang batak dan karo juga banyak yang memeluk agama lain.

Seorang ibu yang anaknya aktif mengikuti sekolah minggu dan kegiatan di gereja mengaku bahwa hal positif dari anak-anaknya adalah mereka lebih rajin membaca Alkitab dan berdoa. Wanita yang berdomisili di Bogor ini menambahkan bahwa kegiatan gereja membawa implikasi positif yaitu perilaku dan akhlak anak menjadi lebih baik. Begitu pula pengakuan dari bapak Ela dimana sejak anaknya ikut TPA, banyak kemajuan dalam hal tingkah laku dan tutur katanya. Di TPA tidak hanyak diajari mengaji tetapi anak-anak mendapat siraman rohani lewat cerita-cerita tentang agama. Pria yang sehari-hari berjualan siomay ini merasa sangat terbantunya dengan adanya TPA.

TPA dan Sekolah minggu sendiri merupakan dasar anak-anak untuk aktif di perkumpulan yang ada di masjid dan gereja. Bila di masjid-masjid remaja-remaja membentuk RISMA, di gereja juga ada dengan nama yang berbeda-beda. Di gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) disebut NHKBP atau Naposo Bulung yang artinya remaja. Sedangkan di GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) kumpulan ini dinamai Permata. Di Gereja Katholik disebut OMK (Orang Muda Katholik) dahulu lebih dikenal dengan Mudika (Muda-Mudi Katholik).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline