Lihat ke Halaman Asli

Temanku Ternyata adalah Ayah dari Anak-anakku

Diperbarui: 19 April 2024   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image Courtesy: Foto Pribadi 

Pernikahan adalah perjalanan panjang menyempurnakan ibadah. Dengan menikah kita menggenapi separuh agama. Betapa sangat sakral kedudukannya dalam Islam. Tentu saja, posisinya yang istimewa ini tidak serta merta disematkan karena alasan yang remeh temeh. Justru banyak hal yang terlihat sepele namun ternyata berat jika dilakoni secara istiqomah. Terbukti tak semua pasangan mampu mengarungi bahtera ini sampai akhir.

Partner seumur hidup saya yang sudah dipilih Tuhan khusus memang untuk saya, siapa sangka adalah teman dekat saya. Bolo plk. Konco knthl. Terasa aneh dulu waktu awal menikah. Pernah kalimat sesumbar keluar dari mulut saya "masiyo dekne mudho nang ngarepku loh aku gak kiro melok" (walaupun dia telanjang di depanku, aku gak mungkin ikut). Mungkin waktu itu kebetulan ada malaikat lewat dan laporan live. Hingga langit pun menakdirkan kami bersatu.

Karena sudah kenal njobo njero, maka tak ada jaga image dalam hubungan kami. Dia yang masih malu-malu dan agak shock therapy dengan tingkah saya yang begitu all out. Sungguh dunia yang terbalik. 

Saya percaya tidak ada yang terjadi kebetulan di dunia ini. Semua sudah direncanakan sebaik-baiknya oleh Sang Maha Pengatur, tak terkecuali pernikahan kami. Kami bukan termasuk kategori cinta pada pandangan pertama atau dijodohkan. Hubungan kami lebih didasarkan atas rasa nyaman dan guyonan yang nyambung. Kami berdua adalah pasangan humoris yang easy going.

Allah menjadikan manusia berpasang-pasangan tujuannya adalah untuk saling mengenal dan melengkapi. Kekurangan yang satu akan diisi oleh kelebihan yang lain. Saya yang grusa grusu kerapkali ditenangkan olehnya yang penuh perencanaan matang. Betapa sabarnya dia menghadapi saya yang unpredictable. Ketabahannya sudah seperti hujan di bulan Juni.

Tak terasa satu dasawarsa sudah kami arungi bahtera rumah tangga. Ombak, badai, topan, bahkan tsunami yang mungkin levelnya intermediate telah kami lalui. Sangat bersyukur kami semakin dikuatkan dalam ikatan suci ini.

Menikah bukan melulu tentang cinta menggebu. Tetap menyayangi dan mengasihi pasangan kita bahkan pada saat terburuk, juga ketika kita dilukai adalah seni yang harus dipelajari sepanjang perjalanan seumur hidup.

Menjadikan hari-hari kami tidak jenuh dengan rutinitas adalah PR yang masih kami kerjakan hingga saat ini. Tak dipungkiri, dianugerahi 3 putra dengan jarak lumayan dekat membuat tenaga, pikiran, waktu dan rekening kami terkuras habis. Namun hati saya penuh kesyukuran. Allah jadikan kami kuat dan mampu dititipi amanah untuk menulis peradaban terbaik di masa depan. Dengan mereka visi misi keluarga kami lengkap terbentuk. Kehadiran mereka kian menyempurnakan ritme langkah kami.

Cinta yang termakan waktu bila tak dirawat akan menjadi gersang dan layu. Agar senantiasa tumbuh dan berkembang, cinta perlu disirami, dipupuk, disiangi dari gulma dan kadangkala perlu di pruning. Metode yang diterapkan dalam satu rumah tangga mungkin tak sama dengan yang lain. Berikut beberapa catatan menurut pengalaman keluarga kami.

  • Kenali Bahasa Cinta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline